BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara
bahasa, hadits berarti baru, dekat dan khabar (cerita). Sedangkan dalam
tradisi hukum Islam, hadits berarti segala perkataan, perbuatan maupun
penetapan Rasulullah saw. Akan tetepi para ulama Ushul Fiqh, membatasi hanya
pada ucapan-ucapan Nabi Muhammad yang berkaitan dengan hukum. Sedangkan apabila
mencakup perbuatan maupun takrir (penetapan) mereka menyebutnya dengan
as-sunnah.
Dari
pengertian-pengertian tersebut, sangat menarik apabila membicarakan tentang kedudukan
hadits dalam Islam. Seperti yang kita ketahui bahwa, al-Qur’an merupakan sumber
hukum primer dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau
perkara yang sedikit sekali al-Qur’an membicarakannya, atau hanya membicarakan
secara global bahkan tidak dibicarakan sama sekali. Untuk memperjelas maupun
merinci keuniversalan al-Qur’an, maka diperlukan hadits atau as-sunnah sebagai
penjelas dari al-Qur’an atau bahkan menjadi sumber hukum kedua setelah
al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud Al-Hadist atau As-Sunnah sebagai sumber hukum islam?
2. Siapa saja perawi al-hadist atau as-sunnah?
3. Bagaimana kedudukan al hadist atau as-sunnah sebagai sumber hukum islam?
4. Apa saja fungsi al-hadist atau as-sunnah terhadap al-qur’an?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk menjelaskan
kedudukan al-hadits sebagai sumber hukum islam.
2.
Untuk meaparkan
perawi-perawi al-hadist atau as-sunnah.
3.
Untuk memparkan hubungan
antara al-qur’an dan al-hadist.
4.
Untuk menjelaskan fungsi
al-hadist atau as-sunnah terhadap al-qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Hadist
Hadist berasal dari
Bahasa Arab yang artinya Baru, tidak lama, ucapan, pembicaraan, dan cerita.
Sedangkan menurut istilah yang dikatakan oleh ahli hadist, hadist adalah segala
berita yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW yang berupa berita, ucapan, perbuatan,
dan takrir ( persetujuan Nabi Muhmmad SAW.
Al-hadist
atau as-sunah merupakan sumber hukum islam yang kedua selain al-qur’an, ijma,
dan qiyas. Sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah :
“
ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-qur’an dan yang serupa denganya .” ( H.R
Abu Dawud ).
Sunnah
( سنة ) secara etimologis (bahasa) berarti “jalan
yang biasa dilalui” atau “cara yang senatias di lakukan,” apakah cara itu
sesuai yang baik atau yang buruk. Pengertian Sunnah secara etimologis ini di
temukan dalam sabda Rasulullah saw. Yang berbunyi:
من
سن فى الاسلام سنة حسنة فله اجرها واجرمن عمل بهامن بعده
Barangsiapa yang membiasakan sesuatu yang baik di
dalam islam, maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang
mengamalkannya…(H.R.Muslim)
Secara terminologi, Sunnah
bias dilihat dari tiga bidang ilmu, yaitu dari ilmu hadist, ilmu fiqh. Sunnah
menurut para ahli hadist identic dengan hadits, yaitu “seluruh yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad saw, baik perkataan, dan ketetapan atau sifatnya sebagai
manusia biasa, akhlaqnya, apakah itu sebelum maupun setelah di angkat menjadi
rasul.”
Sunnah menurut ahli ushul
fiqh adalah:”segala yang diriwayatkan dari nabi saw. Berupa perbuatan,
perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.”
Sedangkan Sunnah menurut
para ahli fiqh, di samping pengertian yang di kemukaan para ulama ushul fiqh di
atas, juga dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklifi, yang mengandung
pengertian “perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila di
tinggalkan tidak berdosa.”
Terjadinya perubahan
pengertian Sunnah di kalangan ahli ushul fiqh dengan ahli fiqh, di sebabkan
perbedaan sudut panadang masing-masing terhadap Sunnah. Ulama ushul fiqh memandang
bahwa Sunnah tersebut merupakan salah satu sumber atau dalil hukum. Sedangkan
ulama fiqh menematkan Sunnah sebagai satu hukum taklifi. Seperti
sabda Rasulullah saw:
لاضررولاضرار
“Tidak
di perkenankan berbuat madharat, dan tidak boleh mengadakan balasan dengan madharat”.
Juga
sabda Rasulullah saw.:
فىالسائمةركاة
“Di
dalam bintang gembala itu terdapat
zakatnya”.
Sabda
Rasulullah lainya:
هواطهرماؤه
والحلمىتته
“Dia
(lautan) itu bersih (suci) aimnya dan bangkainya halal”.
As-sunnah
Al-fi’liyah (As-Sunnah perbuatan), yaitu perbuatan Rasulullaah SAW. Misalnya
perbuatan melakukan salat lima kali lengkap dengan kaifiah-nya (cara melakukan)
dan rukun-rukunnya; serta perbuatan rasulullah saw. Menunaikan ibadah haji,
perbuatan mengadili seseorang dengan seorang saksi dan sumpah dari pihak
tertuduh.
Ass-Sunnah At-Taqririyah,
ialah perbuatan beberapa sahabat nabi yang disetujui oleh rasulullah saw.baik
mengenai ucapan sahabat atau perbuatannya. Taqrir di sini, terkadang dengan
cara membiarkan atau tidak ada tanda-tanda menolak atau merestui atau
menganggap baikterhadap perbuatan itu. Dengan adanya taqrir ini, perbuatan para
sahabat itu dianggap sebagai perbuatan rasulullah saw. Misalnya ada dua orang
sahabat yang berpergian, kemudian ketika saatnya melakukan salat, ia tidak
mendapatkan air wudlu’. Kemudian sahabat tersebut melakukan tayamum, lalu
mengerjakan salat. Setelah itu, ia mendapatkan air, padahal masih pada waktu
salat tersebut. Kemudian satu diantara keduanya mengulangi salatnya, dan yang
lain tidak mengulagi. Ketika keduanya menceritakan peristiwa itu kepada
rasulullah saw., beliau menyetujui atas perbuatan keduanya. Dalam hal ini
rasulullah menyatakan kepada orang yang tidak mengulangi salat, “kamu telah
melakukan Sunnah, dan salatmu sudah cukup bagimu”. Rasulullah juga menyatakan
kepada seorang yang mengulangi salatnya, “bagimu kali lipat pahala.”.
Juga
seperti kejadian ketika rasulullah saw. Megutus muadz bin jabal ke yaman,
rasulullah bersabda kepadanya,”bagaimana kamu mengutuskan satu hukum ketika
kamu diminta untuk menentukan suatu keputusan?” jawab Muadz,”Aku akan
memutuskan dengan kitab allah”.Rasulullah bertanya,” jika kamu tidak menemukan
di dalam kitab allah?” Muadz menjawab, “Dengan Sunnah rasulullah”. Rasulullah
bertanya lagi, “jika kamu tidak menemukan di dalam Sunnah Rasulullah?” jawab Muadz,
“Aku akan melakukan ijtihad dengan pendapatku, dan aku tidak akan menyempitkan
ijtihadku”. Maka rasulullah bersabda,”segala puji bagi allah yang telah memberi
pertolongan kepada delegasi Rasulullah terhadap apa yang di restuinya”.
B.
Para
Perawi Hadis[1]
1. Imam Bukhari (194-256 H/
773-835 M)
Nama lengkapnya adalah Abu
Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari bin Ibrahim bin Al Mughirah bin
Bardizbah. Beliau dilahirkan di Bukhara, Uzbekistan setelah Shalat Jumat,
pada tanggal 13 Syawal 194 H/810 M. Muhadditsin ini sangat wara’, banyak
membaca Al Qur’an siang malam serta, gemar berbuat kebajikan. Sejak umur 10
tahun, dia sudah mempunyai hafalan hadits yang tidak sedikit jumlahnya. Beliau
telah menulis Kitab Hadits yang memuat 600.000 hadits kemudian beliau
pilih lagi menjadi 100.000 hadits shahih dan 1000 hadits TIDAK shahih.
Shahih al-Bukhari adalah karya
utama Imam Bukhari. Judul lengkap buku beliau ini adalah Al-Jami’
ash-Shahih al- Musnad al-Mukhtashar min Umūri Rasūlillah Shallallahu ’alayhi wa
Sallam wa Ayyamihi (Jami’us Shahih), yakni kumpulan hadits-hadits shahih.
Beliau menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk menyusun bukunya ini. Beliau
memperoleh hadits dari beberapa hafizh, antara lain Maky bin Ibrahim, Abdullah
bin Usman Al Marwazy, Abdullah bin Musa Al Abbasy, Abu Ashim As Syaibany dan
Muhammad bin Abdullah Al Anshari. Karya-karya lainnya antara lain:
(1)
Qadlayas Shahabah Wat Tabi’in
(2)
At Tarikhul Kabir
(3)
At Tarikhul Ausath
(4)
Al ‘Adabul Munfarid
(5)
Birrul Walidain.
Dalam kitab jami’nya, beliau
menuliskan 6.397 buah hadits, dengan yang terulang. Yang muallaq sejumlah 1.341
buah, dan yang mutabi’ 384 buah, jadi seluruhnya berjumlah 8.122 buah. Beliau
wafat pada malam Sabtu selesai shalat Isya’, tepat pada malam Idul Fitri tahun
252 H/870 M dan dikebumikan di Khirtank, kampung yang tidak jauh dari
Samarkand.
2. Imam
Muslim (204-261 H/ 783-840 M)
Beliau mempunyai nama
lengkap Abul Husain Muslim bin Al Hajaj Al Qusyairy. Beliau dilahirkan di
Nisabur, Iran tahun 204 H/820 M. Dia adalah muhadditsin dan hafidz yang
terpercaya. Dia pergi ke berbagai kota untuk berguru hadits kepada Yahya bin
Yahya, Ishaq bin Rahawaih, Muhammad bin Mahran, Abu Hasan, Ibnu Hanbal,
Abdullah bin Maslamah, Yazid bin Mansur dan Abu Mas’ad, Amir bin Sawad,
Harmalah bin Yahya, Qatadah bin Sa’id, Al Qa’naby, Ismail bin Abi Uwais,
Muhammad bin Al Mutsanna, Muhammad bin Rumhi dan lain-lain. Dalam bidang
hadits, beliau memiliki karya Jami’ush Shahih. Jumhur ulama mengakui kitab
Shahih Muslim adalah secermat-cermat isnadnya dan sekurang-kurang
perulangannya. Kitab ini berisikan 7.273 buah hadits, termasuk dengan yang
terulang. Karya lainnya ialah:
(1)
Musnadul Kabir (Kitab yang menerangkan tentang nama-nama rijalul
hadits)
(2)
Al Jami’ul Kabir
(3)
Kitabul ‘ilal wa kitabu auhamil muhadditsin
(4)
Kitabut Tamyiz
(5)
Kitab man laisa lahu illa rawin wahidun
(6)
Kitabut thabaqatut tabi’in
(7)
Kitabul Muhadiramin
Beliau wafat pada hari
Minggu, Rajab tahun 261 H/875 M dan dikebumikan pada hari Senin di Nisabur.
3. Imam Abu Dawud (202-275
H/ 817-889 M)
Nama lengkapnya adalah
Abu Dawud Sulaiman bin Al Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr bin
Amran Al Azdi As Sijistani. Ia dilahirkan di Sijistan (antara Iran dan
Afganistan) pada 202 H/817 M. Ia seorang ulama, hafizh (penghafal Al Qur’an)
dan ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan tentang ke-Islaman khususnya dalam
bidang ilmu fiqih dan hadits. Dia berguru kepada para pakar hadits, seperti:
Ibnu Amr Ad Darir, Qa’nabi, Abi Al Walid At Tayalisi, Sulaiman bin Harb, Imam
Hambali, Yahya bin Ma’in, Qutaibah bin Sa’id, Utsman bin Abi Syaibah, Abdullah
bin Maslamah, Musaddad bin Marjuq, Abdullah bin Muhammad An Nafili, Muhammad
bin Basyar, Zuhair bin Harb, Ubaidillah bin Umar bin Maisarah, Abu bakar bin
Abi Syaibah, Muhammad bin Mutsanna, dan Muhammad bin Al Ala.
Abu Dawud menghasilkan
sebuah karya terbaiknya yaitu Kitab Sunan Abi Dawud. Kitab ini dinilai sebagai
kitab standar peringkat 2 (kedua) dalam bidang hadits setelah kitab standar
peringkat pertama yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Dalam kitabnya
tersebut Abu Dawud mengumpulkan 4.800 buah hadits dari 500.000 hadits yang ia
catat dan hafal. Karangan Abu Dawud yang berjumlah 20 judul dan tidak kurang
dari 13 judul kitab telah mengulas karya tersebut dalam bentuk syarh
(komentar), mukhtasar (ringkasan), tahzib (revisi) dan lain-lain.
Beliau tinggal dan
menetap di Basra dan akhirnya wafat di Basrah pada tahun 275 H/889 M dalam usia
73 tahun. Buku beliau ini, utamanya menggabungkan antara riwayat-riwayat
yang berkaitan dengan ahkam dengan ringkasan (mukhtasar) permasalahan fiqih
yang berkaitan dengan hukum. Bukunya tersusun dari 4.800 ahadits. Al Khathaby
mengomentari bahwa Kitab Sunan Abu Dawud itu adalah kitab yang lebih banyak
fiqih-nya daripada Kitab As Shahihain.
4. Imam
At-Tirmidzi (209-279 H/ 824-892 M)
Beliau mempunyai nama
lengkap Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at Tirmidzi bin Musa bin Dahhak As
Sulami Al Buqi. Ia lahir di Termez, Tadzikistan pada bulan Dzulhijah 209 H/824
M. Ia merupakan ilmuwan Islam, pengumpul hadits kanonik (standar buku). Abu
Ya’la Al Khalili, seorang ahli hadits menyatakan bahwa At Tirmidzi adalah
seorang Siqah (terpercaya) dan hal ini disepakati oleh para ulama. Ibnu Hibban
Al Busti (ahli hadits) mengakui kemampuan At Tirmdzi dalam hal menghafal,
menghimpun dan menyusun hadits.
At Tirmidzi adalah
seorang murid dari Imam Bukhari dan beberapa guru lainnya seperti: Qutaibah bin
Sa’id, Ishaq bin Musa. Kitab beliau yang terkenal, Jami’ at-Tirmidzi
menyebutkan seputar permasalahan fiqh dengan penjelasan yang terperinci.
Beliau juga memiliki
kitab Ilalul Hadits. Pada usia 70 tahun, ia meninggal di tempat kelahirannya
Termez pada akhir Rajab tahun 279 H/892 M.
5. Imam
An-Nasa’i (215-303 H/ 830-915 M)
An-Nasa’i memiliki
nama lengkap Abu Abdir Rahman Ahmad bin Syu’aib an-Nasa’i bin Ali bin Bahr bin
Sinan. Sedangkan nama panggilannya adalah Abu Abdul Rahman An-Nasa’i. Beliau
lahir di Nasa’, Khurasan 215 H/830 M. Seorang ahli hadits ini memilih Mesir
sebagai tempat menyiarkan hadits-hadits. Beliau mempunyai keahlian dalam bidang
hadits dan ahli fiqih dalam mazhab Syafi’i. Di kota Damaskus ia menulis kitab
Khasais Ali ibn Abi Thalib (Keistimewaan Ali bin Abi Thalib). Sedangkan
karya-karyanya yang lain yaitu:
(1)
As Sunan Al Kubra (Sunan-sunan yang Agung).
(2)
As Sunan Al Mujtaba (Sunan-sunan Pilihan).
(3)
Kitab At Tamyiz (Pembeda)
(4)
Kitab Ad Du’afa (Tentang Orang-orang Kecil).
(5)
Khasais Amir Al Mu’minin Ali ibn Abi Thalib.
(6)
Manasik Al Hajj (Cara Ibadah Haji).
(7)
Tafsir
Dari kitab-kitab
tersebut, As-Sunan Al Kubra merupakan karya terbesarnya. Beliau memiliki
guru-guru dalam bidang hadits antara lain: Qutaibah bin Sya’id, Ishaq bin
Ibrahim, Ahmad bin Abdul Amru bin Ali, Hamid bin Mas’adah, Imran bin Musa,
Muhammad bin Maslamah, Ali bin Hajar, Muhammad bin Mansyur, Ya’kub bin Ibrahim,
dan Haris bin Miskin.
An-Nasa’i meninggal
dunia di kota Ramlah, Palestina dan dikuburkan di antara Shafa dan Marwah di
Mekah pada hari Senin, 13 Safar tahun 303 H/915 M dalam usia 88 tahun.
6. Imam
Ibnu Majah (209-273 H/ 824-887 M)
Nama lengkapnya adalah
Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qadziani Ar Raba’i Al Qazwani.
Beliau lahir di Qazwin, Iran 209 H/824 M. Majah adalah nama gelar (Laqab) bagi
Yazid, ayahnya yang dikenal juga dengan nama Majah Maula Rab’at. Ada juga
pendapat yang menyebutkan bahwa Majah adalah kakeknya Ibnu Majah. Ibnu Majah
memiliki keahlian dalam bidang hadits, ahli tafsir dan ahli sejarah Islam. Ada
2 (dua) keahliannya dalam bidang tafsir yaitu tafsir Al Qur’an Al Karim dan At
Tarikh.
Pada usia 21 tahun dia
mulai mengadakan perjalanan untuk mengumpulkan hadits. Dengan cara tersebut dia
telah mendapatkan hadits-hadits dari para ulama terkenal yang mana juga sebagai
gurunya seperti Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Numaayr,
Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Al Azhar, Basyar bin Adam serta para pengikut Imam
Malik dan Al Layss.
Karya utama Ibnu majah
dalam bidang hadits adalah Sunan Ibnu Majah yang dikenal sebagai salah satu
dari enam kitab kumpulan hadits yang terkenal dengan julukan Al Kutub As Sittah
(kitab yang enam). Lima kitab hadits yang lain dari kumpulan tersebut adalah
Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi dan Sunan An
Nasa’i (disebut dengan Sunan, karena kitab ini mengandung
ahadits yang menyinggung masalah duniawi/mu’amalah).
Ibnu Majah wafat di
tempat kelahirannya Qazwin hari Selasa, tanggal 20 Ramadhan 273 H/18 Pebruari
887 M dalam usia 64 tahun.
7. Imam
Ahmad (164-241 H/ 780-855 M)
Nama lengkapnya adalah
Abu Abdillah bin Muhammad bin Hanbal Al Marwazy. Dia adalah ulama hadits terkenal
kelahiran Baghdad. Dia dilahirkan pada bulan Rabiul Awal, tahun 164 H/780 M.
Beliau terkenal sebagai salah seorang pendiri madzhab yang dikenal dengan nama
Hanabilah (Hanbaly). Beliau mulai mencari hadits sejak berumur 16 tahun hingga
merantau ke kota-kota di Timur Tengah. Dari perantauan inilah, beliau
mendapatkan guru-guru kenamaan, antara lain: Sufyan bin ‘Uyainah, Ibrahim bin
Sa’ad, Yahya bin Qaththan. Dan beliau adalah salah seorang murid Imam As
Syafi’i yang paling setia.
Dia merupakan seorang
ahli hadits yang diakui kewara’an dan kezuhudannya. Menurut Abu Zur’ah, beliau
mempunyai tulisan sebanyak 12 macam yang dikuasai di luar kepala. Beliau juga
mempunyai hafalan matan hadits sebanyak 1.000.000 buah. Karya beliau yang
sangat gemilang adalah Musnadul Kabir. Kitab ini berisikan 40.000 buah hadits
yang 10.000 di antaranya merupakan hadits ulangan.Karya beliau yang paling
utama adalah Musnad Ahmad yang tersusun dari 30.000 ahadits dalam 24 juz.
Beliau pulang ke
rahmatullah pada hari Jumat Rabiul Awal, 241 H/855 M di Baghdad dan dikebumikan
di Marwaz yang mana jenazahnya diantar oleh 800.000 orang laki-laki dan 60.000
orang perempuan
C. Keduduka As-Sunnah
atau Al hadist
Berdasarkan
definisi Sunnah yang di kemukakan para ulama ushul fiqh diatas, Sunnah yang
menjadi sumber hukum kedua islam itu ada 3 macam yaitu:
1.
Sunnah fi’liyyah, yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi saw. Yang
dilihat, atau di ketahui dan di sampaikan para sahabat kepada orang lain.
Misalnya, tata cara salat yang di tunjukkan Rasulullah saw. Kemudian
disampaikan sahabat yang melihat atau mengetahuinya pada orang lain.
2.
Sunnah qauiliyah, yaitu ucapan nabi saw. Yang di dengar oleh
dan disampaikan seorang atau beberapa sahabat kepada orang lain. Misalnya,
sabda rasulullah yang diriwayatkan Abu Hurairah.
لاصلاةلمن لم
ىقرأبفاتحةالكتاب
tidak
sah salat seseorang yang tidak membaca surat al-fatihah (H.R. al-Bukhari dan
Muslim)
3. Sunnah
taqririyah, yaitu perbuatan atau ucapa sahabat yang
dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi saw. Tetapi Nabi hanya diam dan
tidak mencegahnya. Sikap diam dan tidak mencegahnya Nabi saw. Ini menunjukkan
persetujuan Nabi saw. Miasalnya, kasus ‘Amr ibn al-Ash yang berada dalam
keadaan junub (wajib mandi) pada suatu malam yang sangat dingin. Ia tidak
sanggup mandi karena khawatir akan sakit. ‘Amr ibn al-Ash ketika hanya
bertayamum. Lalu hal ini di sampaikan orang kepada rasulullah saw. Rasulullah
kemudian bertanya kepada Amr ibn al-Ash,”Engkau melaksanakan salat bersama-sama
teman engkau, sedangkan engaku dalam keadaan junub?” Amr ibn al-Ash menjawab
“saya ingat firman allah ta’ala yang mengatakan, ‘Jangan kamu membunuh diri
kamu, sesungguhnya Allah itu Maha Pengasih lagi Maha penyayang’, lalu saya
bertayamum dan langsung salat,”Mendngarkan jawaban Amr ibn al-Ash in Rasulullah
saw. Tertawa dab tidak bekomentar apapun (H.R. Ahmadi ibn Hanbal dan
al-Baihaqi). Tidak berkomentar Rasulullah saw. Dipandang sebagai pengakuan
bolehnya bertayamum bagi orang yang junub dalam keadaan hari yang sangat dingin
sekalipun air untuk mandi.
a.
Perbuatan yang muncul
dari Rasulullah sebagai manusia biasa, seperti makan, minum, duduk, dan
pakaiannya. Perbuatan ini tidak termasuk sunnahyang wajib di ikuti olleh
umatnya,karena hal-hal seperti itu muncul dari rasulullah sebagai manusia biasa
dengan tabi’atnya. Termasuk dalam hal ini adalah perbuatan yang di tunjukkan
Rasulullahsebagai akibat dari keahlian dan pengalaman hidupnya dalam persoalan
duniawi, seperti dalam masalah perdagangan, pertanian, peperangan atau masalah
pengobatan.
b.
Perbuatan yang di
lakukan Rasulullah da nada alasan yang meunjukkan bahwa perbuatan itu khusus
untuk dirinya, seperti salat tahajud yang di lakukan setiap malam, mengawini
wanitalebih dari empat orang sekaligus, dan tidak menerima sedekah dari orang
lain. Perbuatan seperti hanya khusus untuk dirinya dan tidak wajib diikuti
umatnya.
c.
Perbuatan yang
berkaitan dengan hokum da nada alasanya, maka hukumnya berkisar antara wajib,
sunat, haram, makruh, dan boleh perbuatan seperti ini menjadi syari’at bagi
umat islam.
D.
Fungsi As-Sunnah atau Al-Hadist terhadap
al-qur’an
Rasulullah
saw. Sebagai pembawa risalah illahi berfungsi untuk menjelaskan kepada umat
islam ajaran-ajaran yang diturunkan Allah melalui al-qur’an. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat an-Nahl,16;44:
وأنزلناإلىك
الذكرى لتبىن للناس مانزل إلىهم
“kami
turunkan kepada engkau al-qur’an agar engkau jelaskan kepada umat manusia
apa-apa yang di turunkan kepada merka….”
Sunnah Rasulullah tersebut
adakalanya berbentuk mendukung hokum-hukum yang ada dalam al-qur’an, sperti
Sunnah Rasulullah tentangkewajiban salat, zakat, puasa, dan haji.
Kewajiban-kewajiban ini telah ada hukunya dalam al-qur’an, kemudian Rasulullah
memperkuatnya dengan Sunnah beliau. Adakalanya Sunnah menjelaskan hukum-hukum
yang ada dalam al-qur’an ada beberapa bentuknya yaitu:
1. Memperinci
hukum global yang ada dalam al-qur’an, sperti kewajiban shalat yang ada di
dalam al-qur’an yang sifatnya global, karena tidak merinci beberpa kali, berapa
rakaat, dan bagaimana tata caranya. Dalam hal ini Rasulullah bertugas
menjelaskannya, sebagaimana sabda beliau:
صلو
كمارأىتمونى أصلى
Salatlah kamu sebagaimana
kamu meihat saya melakukan shalat (H.R. al-Bukhari dan
Muslim).
2. Menjelaskan maksud hukum mutlak yang ada dalam al-qur’an, seperti perintah
allah untuk memotong tanga orang yang melakukan tindak pidana pencurian.
Perintah Allah ini tidak menjelaskan ukuran yang di potong dan nisab harta yang
dicuri yang dikenakan hukuman potong tangan. Tugas Rasulullah adalah
menjelaskan yang mutlak terbsebut, yaitu bahwa tangan yang dipotongiyu sampai
pergelangan tangan dan nisab barang yang dicuri itu seperempat dinar (H.R.
al-Bukhari dan Muslim).
3. Mengkhususkan
hukum-hukum yang bersifat umum dalam al-qur’an, seperti tentang pembagian harta
warisan dalam surat an-Nisa’,4;11:
ىوصىكم
الله في أولادكم
Allah mensyari’atkan
bagi kamu tentang (pembagian harta warisan) bagi anak-anakmu…
Kalimat
“anak-anakmu” dalam ayat ini masih bersifat umum, yaitu seluruh anak. Akan
tetapi, apabila anak itu sengaja membunuh ayahnya agar ceapat mendapat warisan,
apakah dapat bagian juga? Dalam kaitan iniRasulullah menjelaskan bahwa “pembunuh
tidak mendapat pembagian pewarisan” (H.R. Muslim).
Lebih
lanjut, para ulama ushul fiqh juga membahas persoalan tentang boleh tidaknya
Rasulullah menetapkan hukum baru yang sifatnya bukan mendukung atau menguatkan
hukum yang ada dalam al-Qur’an dan bukan pula menjelaskannya. Dengan kata lain,
apakah Sunnah Rasulullah boleh menetapkan hukum baru yang tidak ada dalam
al-Qur’an? Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat ulama.
Jumhur
ulama mengatakan bahwa Rasulullah boleh membuat hukum tambahan yang tidak dalam
al-Qur’an. Dalam hubungan inilah, menurut jumhur ulama, umat islam
diperintahkan taat kepada Rasul dan ketaatan pada Rasul itu sebanding dengan
kataatan kepada Allah. Conto-conroh hukum baru yang dibuat rasulullah adalah:
tidak bolehnya mengawini seorang wanita sekaligus dengan bibi (saudara
perempuan dari ayah atau ibu) (H.R. al-Bukhari dan Musli,); tidak boleh memakan
daging himar kampong (keledai yang dijadikan tunggangan /pembawa beban) dan
binatang buas (H.R. Ahmad ibn Hanbal dan Abu Daud). Imam al-Syafi’I (150-204
H/767-820 M) mengatakan,”Saya tidak mengetahui ada ulama yang berbeda pebdapat
tentang fungsi Sunnah, termasuk membuat hukum tambahan yang tidak ada dalam
al-Qur’an.”
Sebagian
ahli ushul fiqh mengatakan bahwa Rasulullah tidak boleh menetapkan hukum yang
tidak ada dasrnya dalam al-Qur’an. Menurut mereka seluruh hukum yang ditetapkan
Rasulullah ada dasarnya dalam al-Qur’an. baik dasarnya itu melalui qiyas(analogy),
melalui kaidah kemaslahatan, atau melaui kaidah-kaidah yang ada dalam
al-Qur’an. Jika demikian halnya, maka hukum-hukum tambahan yang di buat
Rasulullah terlepas sama sekali dengan kandungan al-Qur’an
Dalam
kaitan dengan ini, Muhammad Abu Zahrah, ‘Abdul Wahhab Khallaf dan Ali
Hasaballah, ketiganya ahli ushul fiqh dari Mesir, mengatakan bahwa pada dasarnya
hukum-hukum tambahan yang dibuat Rasulullah melalui sunnahnya tidak terlepas
sama sekali dari kandungan atau makna umum yang dikandung al-Qur’an. Dalam
maslah larangan mengawini seorang wanita sekaligus dengan (dimadu) tante
atau bibinya, merupakan hukum yang di-qiyas-kan kepada larangan Allah
tentang mengawini dua orang perempuan bersaudara sekaligus (Q.S an-Nisa’,4:23).
Oleh sebab itu, menurut mereka, hukum-hukum tambahan yang dibuat Rasulullah itu
tidak terlepas dari kaidah umum yg di tetapkan al-Qur’an, baik itu dilakukan
melalui pendekatan qiyas maupun melaui. penerapan kaidah kemaslahatan.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al-hadist
atau as-sunah merupakan sumber hukum islam yang kedua selain al-qur’an, ijma,
dan qiyas. menurut istilah yang dikatakan oleh ahli hadist, hadist adalah
segala berita yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW yang berupa berita, ucapan,
perbuatan, dan takrir ( persetujuan Nabi Muhmmad SAW. DAN Para perawi Al-hadis
adalah Imam Buckhori, Imam Muslim, Imam At-Tirmidzi, Imam Ibnu Majjah, Imam An
Nasa’I, Imam Ahmad.
Fungsi
Al-Hadis adalah sebagai pedoman untuk
menentukan suatu hukum islam . As-sunnah juga
menjelaskan hukum-hukum yang ada dalam al-qur’an. Sebagian ahli ushul fiqh
mengatakan bahwa Rasulullah tidak boleh menetapkan hukum yang tidak ada dasrnya
dalam al-Qur’an. Menurut mereka seluruh hukum yang ditetapkan Rasulullah ada
dasarnya dalam al-Qur’an.
B. SARAN
Berdasarkan hasil
kajian dalam makalah ini, penyusun memberikan saran sebagai berikut:
1. Dimasa
yang akan datang as-sunah dan al-hadis semoga bisa diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
2.
Mengetrahui Biografi
para perawi as-sunah dan al-hadis dan tahu sejarahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Khalaf,
Abdul Wahab diterjemahkan oleh Masdar
Helmy, Ilmu Ushulul Fiqh, Bandung:
Gema Risalah Perss, 1996.
Harun, Nasrun, Ushul Fiqih, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar