Sabtu, 17 Desember 2016

makalah "USHUL FIQH"

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang 
Secara bahasa, hadits berarti baru, dekat dan khabar (cerita). Sedangkan dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti segala perkataan, perbuatan maupun penetapan Rasulullah saw. Akan tetepi para ulama Ushul Fiqh, membatasi hanya pada ucapan-ucapan Nabi Muhammad yang berkaitan dengan hukum. Sedangkan apabila mencakup perbuatan maupun takrir (penetapan) mereka menyebutnya dengan as-sunnah.
Dari pengertian-pengertian tersebut, sangat menarik apabila membicarakan tentang kedudukan hadits dalam Islam. Seperti yang kita ketahui bahwa, al-Qur’an merupakan sumber hukum primer dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali al-Qur’an membicarakannya, atau hanya membicarakan secara global bahkan tidak dibicarakan sama sekali. Untuk memperjelas maupun merinci keuniversalan al-Qur’an, maka diperlukan hadits atau as-sunnah sebagai penjelas dari al-Qur’an atau bahkan menjadi sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.


B. Rumusan Masalah 


1. Apa yang di maksud Al-Hadist atau As-Sunnah sebagai sumber hukum islam?
2. Siapa saja perawi al-hadist atau as-sunnah?
3. Bagaimana kedudukan al hadist atau as-sunnah sebagai sumber hukum islam?
4. Apa saja fungsi al-hadist atau as-sunnah terhadap al-qur’an?


C. Tujuan Masalah 
1.      Untuk menjelaskan kedudukan al-hadits sebagai sumber hukum islam. 
2.      Untuk meaparkan perawi-perawi al-hadist atau as-sunnah.
3.      Untuk memparkan hubungan antara al-qur’an dan al-hadist.
4.      Untuk menjelaskan fungsi al-hadist atau as-sunnah terhadap al-qur’an

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Al-Hadist
 Hadist berasal dari Bahasa Arab yang artinya Baru, tidak lama, ucapan, pembicaraan, dan cerita. Sedangkan menurut istilah yang dikatakan oleh ahli hadist, hadist adalah segala berita yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW yang berupa berita, ucapan, perbuatan, dan takrir ( persetujuan Nabi Muhmmad SAW.
Al-hadist atau as-sunah merupakan sumber hukum islam yang kedua selain al-qur’an, ijma, dan qiyas. Sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah :
“ ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-qur’an dan yang serupa denganya .” ( H.R Abu Dawud ).
Sunnahسنة  ) secara etimologis (bahasa) berarti “jalan yang biasa dilalui” atau “cara yang senatias di lakukan,” apakah cara itu sesuai yang baik atau yang buruk. Pengertian Sunnah secara etimologis ini di temukan dalam sabda Rasulullah saw. Yang berbunyi:
من سن فى الاسلام سنة حسنة فله اجرها واجرمن عمل بهامن بعده
Barangsiapa yang membiasakan sesuatu yang baik di dalam islam, maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya…(H.R.Muslim)
Secara terminologi, Sunnah bias dilihat dari tiga bidang ilmu, yaitu dari ilmu hadist, ilmu fiqh. Sunnah menurut para ahli hadist identic dengan hadits, yaitu “seluruh yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik perkataan, dan ketetapan atau sifatnya sebagai manusia biasa, akhlaqnya, apakah itu sebelum maupun setelah di angkat menjadi rasul.”
Sunnah menurut ahli ushul fiqh adalah:”segala yang diriwayatkan dari nabi saw. Berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.”
Sedangkan Sunnah menurut para ahli fiqh, di samping pengertian yang di kemukaan para ulama ushul fiqh di atas, juga dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklifi, yang mengandung pengertian “perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila di tinggalkan tidak berdosa.”
Terjadinya perubahan pengertian Sunnah di kalangan ahli ushul fiqh dengan ahli fiqh, di sebabkan perbedaan sudut panadang masing-masing terhadap Sunnah. Ulama ushul fiqh memandang bahwa Sunnah tersebut merupakan salah satu sumber atau dalil hukum. Sedangkan ulama fiqh menematkan Sunnah sebagai satu hukum taklifi. Seperti sabda Rasulullah saw:
لاضررولاضرار                                                      
“Tidak di perkenankan berbuat madharat, dan tidak boleh mengadakan balasan dengan  madharat”.
            Juga sabda Rasulullah saw.:
فىالسائمةركاة                                                   
“Di dalam  bintang gembala itu terdapat zakatnya”.
            Sabda Rasulullah lainya:
هواطهرماؤه والحلمىتته
“Dia (lautan) itu bersih (suci) aimnya dan bangkainya halal”.                                                                                           
  As-sunnah Al-fi’liyah (As-Sunnah perbuatan), yaitu perbuatan Rasulullaah SAW. Misalnya perbuatan melakukan salat lima kali lengkap dengan kaifiah-nya (cara melakukan) dan rukun-rukunnya; serta perbuatan rasulullah saw. Menunaikan ibadah haji, perbuatan mengadili seseorang dengan seorang saksi dan sumpah dari pihak tertuduh.
Ass-Sunnah At-Taqririyah, ialah perbuatan beberapa sahabat nabi yang disetujui oleh rasulullah saw.baik mengenai ucapan sahabat atau perbuatannya. Taqrir di sini, terkadang dengan cara membiarkan atau tidak ada tanda-tanda menolak atau merestui atau menganggap baikterhadap perbuatan itu. Dengan adanya taqrir ini, perbuatan para sahabat itu dianggap sebagai perbuatan rasulullah saw. Misalnya ada dua orang sahabat yang berpergian, kemudian ketika saatnya melakukan salat, ia tidak mendapatkan air wudlu’. Kemudian sahabat tersebut melakukan tayamum, lalu mengerjakan salat. Setelah itu, ia mendapatkan air, padahal masih pada waktu salat tersebut. Kemudian satu diantara keduanya mengulangi salatnya, dan yang lain tidak mengulagi. Ketika keduanya menceritakan peristiwa itu kepada rasulullah saw., beliau menyetujui atas perbuatan keduanya. Dalam hal ini rasulullah menyatakan kepada orang yang tidak mengulangi salat, “kamu telah melakukan Sunnah, dan salatmu sudah cukup bagimu”. Rasulullah juga menyatakan kepada seorang yang mengulangi salatnya, “bagimu kali lipat pahala.”.
Juga seperti kejadian ketika rasulullah saw. Megutus muadz bin jabal ke yaman, rasulullah bersabda kepadanya,”bagaimana kamu mengutuskan satu hukum ketika kamu diminta untuk menentukan suatu keputusan?” jawab Muadz,”Aku akan memutuskan dengan kitab allah”.Rasulullah bertanya,” jika kamu tidak menemukan di dalam kitab allah?” Muadz menjawab, “Dengan Sunnah rasulullah”. Rasulullah bertanya lagi, “jika kamu tidak menemukan di dalam Sunnah Rasulullah?” jawab Muadz, “Aku akan melakukan ijtihad dengan pendapatku, dan aku tidak akan menyempitkan ijtihadku”. Maka rasulullah bersabda,”segala puji bagi allah yang telah memberi pertolongan kepada delegasi Rasulullah terhadap apa yang di restuinya”.


B.     Para Perawi Hadis[1]
                       
1.      Imam Bukhari (194-256 H/ 773-835 M)
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah. Beliau dilahirkan di Bukhara, Uzbekistan setelah Shalat Jumat, pada tanggal 13 Syawal 194 H/810 M. Muhadditsin ini sangat wara’, banyak membaca Al Qur’an siang malam serta, gemar berbuat kebajikan. Sejak umur 10 tahun, dia sudah mempunyai hafalan hadits yang tidak sedikit jumlahnya. Beliau telah menulis Kitab Hadits yang memuat 600.000 hadits  kemudian beliau pilih lagi menjadi 100.000 hadits shahih dan 1000 hadits TIDAK shahih.
Shahih al-Bukhari adalah karya utama Imam Bukhari. Judul lengkap buku beliau ini adalah Al-Jami’ ash-Shahih al- Musnad al-Mukhtashar min Umūri Rasūlillah Shallallahu ’alayhi wa Sallam wa Ayyamihi (Jami’us Shahih), yakni kumpulan hadits-hadits shahih. Beliau menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk menyusun bukunya ini. Beliau memperoleh hadits dari beberapa hafizh, antara lain Maky bin Ibrahim, Abdullah bin Usman Al Marwazy, Abdullah bin Musa Al Abbasy, Abu Ashim As Syaibany dan Muhammad bin Abdullah Al Anshari. Karya-karya lainnya antara lain:
(1)      Qadlayas Shahabah Wat Tabi’in
(2)      At Tarikhul Kabir
(3)      At Tarikhul Ausath
(4)      Al ‘Adabul Munfarid
(5)      Birrul Walidain.
Dalam kitab jami’nya, beliau menuliskan 6.397 buah hadits, dengan yang terulang. Yang muallaq sejumlah 1.341 buah, dan yang mutabi’ 384 buah, jadi seluruhnya berjumlah 8.122 buah. Beliau wafat pada malam Sabtu selesai shalat Isya’, tepat pada malam Idul Fitri tahun 252 H/870 M dan dikebumikan di Khirtank, kampung yang tidak jauh dari Samarkand.
2.      Imam Muslim (204-261 H/ 783-840 M)
Beliau mempunyai nama lengkap Abul Husain Muslim bin Al Hajaj Al Qusyairy. Beliau dilahirkan di Nisabur, Iran tahun 204 H/820 M. Dia adalah muhadditsin dan hafidz yang terpercaya. Dia pergi ke berbagai kota untuk berguru hadits kepada Yahya bin Yahya, Ishaq bin Rahawaih, Muhammad bin Mahran, Abu Hasan, Ibnu Hanbal, Abdullah bin Maslamah, Yazid bin Mansur dan Abu Mas’ad, Amir bin Sawad, Harmalah bin Yahya, Qatadah bin Sa’id, Al Qa’naby, Ismail bin Abi Uwais, Muhammad bin Al Mutsanna, Muhammad bin Rumhi dan lain-lain. Dalam bidang hadits, beliau memiliki karya Jami’ush Shahih. Jumhur ulama mengakui kitab Shahih Muslim adalah secermat-cermat isnadnya dan sekurang-kurang perulangannya. Kitab ini berisikan 7.273 buah hadits, termasuk dengan yang terulang. Karya lainnya ialah:
(1)      Musnadul Kabir (Kitab yang menerangkan tentang nama-nama rijalul hadits)
(2)      Al Jami’ul Kabir
(3)      Kitabul ‘ilal wa kitabu auhamil muhadditsin
(4)      Kitabut Tamyiz
(5)      Kitab man laisa lahu illa rawin wahidun
(6)      Kitabut thabaqatut tabi’in
(7)      Kitabul Muhadiramin
Beliau wafat pada hari Minggu, Rajab tahun 261 H/875 M dan dikebumikan pada hari Senin di Nisabur.

3.      Imam Abu Dawud (202-275 H/ 817-889 M)                                                        
Nama lengkapnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin Al Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr bin Amran Al Azdi As Sijistani. Ia dilahirkan di Sijistan (antara Iran dan Afganistan) pada 202 H/817 M. Ia seorang ulama, hafizh (penghafal Al Qur’an) dan ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan tentang ke-Islaman khususnya dalam bidang ilmu fiqih dan hadits. Dia berguru kepada para pakar hadits, seperti: Ibnu Amr Ad Darir, Qa’nabi, Abi Al Walid At Tayalisi, Sulaiman bin Harb, Imam Hambali, Yahya bin Ma’in, Qutaibah bin Sa’id, Utsman bin Abi Syaibah, Abdullah bin Maslamah, Musaddad bin Marjuq, Abdullah bin Muhammad An Nafili, Muhammad bin Basyar, Zuhair bin Harb, Ubaidillah bin Umar bin Maisarah, Abu bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Mutsanna, dan Muhammad bin Al Ala.
Abu Dawud menghasilkan sebuah karya terbaiknya yaitu Kitab Sunan Abi Dawud. Kitab ini dinilai sebagai kitab standar peringkat 2 (kedua) dalam bidang hadits setelah kitab standar peringkat pertama yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Dalam kitabnya tersebut Abu Dawud mengumpulkan 4.800 buah hadits dari 500.000 hadits yang ia catat dan hafal. Karangan Abu Dawud yang berjumlah 20 judul dan tidak kurang dari 13 judul kitab telah mengulas karya tersebut dalam bentuk syarh (komentar), mukhtasar (ringkasan), tahzib (revisi) dan lain-lain.
Beliau tinggal dan menetap di Basra dan akhirnya wafat di Basrah pada tahun 275 H/889 M dalam usia 73 tahun. Buku beliau ini, utamanya menggabungkan antara riwayat-riwayat yang berkaitan dengan ahkam dengan ringkasan (mukhtasar) permasalahan fiqih yang berkaitan dengan hukum. Bukunya tersusun dari 4.800 ahadits. Al Khathaby mengomentari bahwa Kitab Sunan Abu Dawud itu adalah kitab yang lebih banyak fiqih-nya daripada Kitab As Shahihain.
4.      Imam At-Tirmidzi (209-279 H/ 824-892 M)
Beliau mempunyai nama lengkap Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at Tirmidzi bin Musa bin Dahhak As Sulami Al Buqi. Ia lahir di Termez, Tadzikistan pada bulan Dzulhijah 209 H/824 M. Ia merupakan ilmuwan Islam, pengumpul hadits kanonik (standar buku). Abu Ya’la Al Khalili, seorang ahli hadits menyatakan bahwa At Tirmidzi adalah seorang Siqah (terpercaya) dan hal ini disepakati oleh para ulama. Ibnu Hibban Al Busti (ahli hadits) mengakui kemampuan At Tirmdzi dalam hal menghafal, menghimpun dan menyusun hadits.
At Tirmidzi adalah seorang murid dari Imam Bukhari dan beberapa guru lainnya seperti: Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Musa. Kitab beliau yang terkenal, Jami’ at-Tirmidzi menyebutkan seputar permasalahan fiqh dengan penjelasan yang terperinci.
Beliau juga memiliki kitab Ilalul Hadits. Pada usia 70 tahun, ia meninggal di tempat kelahirannya Termez pada akhir Rajab tahun 279 H/892 M.

5.      Imam An-Nasa’i (215-303 H/ 830-915 M)
An-Nasa’i memiliki nama lengkap Abu Abdir Rahman Ahmad bin Syu’aib an-Nasa’i bin Ali bin Bahr bin Sinan. Sedangkan nama panggilannya adalah Abu Abdul Rahman An-Nasa’i. Beliau lahir di Nasa’, Khurasan 215 H/830 M. Seorang ahli hadits ini memilih Mesir sebagai tempat menyiarkan hadits-hadits. Beliau mempunyai keahlian dalam bidang hadits dan ahli fiqih dalam mazhab Syafi’i. Di kota Damaskus ia menulis kitab Khasais Ali ibn Abi Thalib (Keistimewaan Ali bin Abi Thalib). Sedangkan karya-karyanya yang lain yaitu:
(1)   As Sunan Al Kubra (Sunan-sunan yang Agung).
(2)   As Sunan Al Mujtaba (Sunan-sunan Pilihan).
(3)   Kitab At Tamyiz (Pembeda)
(4)   Kitab Ad Du’afa (Tentang Orang-orang Kecil).
(5)   Khasais Amir Al Mu’minin Ali ibn Abi Thalib.
(6)   Manasik Al Hajj (Cara Ibadah Haji).
(7)   Tafsir
Dari kitab-kitab tersebut, As-Sunan Al Kubra merupakan karya terbesarnya. Beliau memiliki guru-guru dalam bidang hadits antara lain: Qutaibah bin Sya’id, Ishaq bin Ibrahim, Ahmad bin Abdul Amru bin Ali, Hamid bin Mas’adah, Imran bin Musa, Muhammad bin Maslamah, Ali bin Hajar, Muhammad bin Mansyur, Ya’kub bin Ibrahim, dan Haris bin Miskin.
An-Nasa’i meninggal dunia di kota Ramlah, Palestina dan dikuburkan di antara Shafa dan Marwah di Mekah pada hari Senin, 13 Safar tahun 303 H/915 M dalam usia 88 tahun.
6.      Imam Ibnu Majah (209-273 H/ 824-887 M)
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qadziani Ar Raba’i Al Qazwani. Beliau lahir di Qazwin, Iran 209 H/824 M. Majah adalah nama gelar (Laqab) bagi Yazid, ayahnya yang dikenal juga dengan nama Majah Maula Rab’at. Ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa Majah adalah kakeknya Ibnu Majah. Ibnu Majah memiliki keahlian dalam bidang hadits, ahli tafsir dan ahli sejarah Islam. Ada 2 (dua) keahliannya dalam bidang tafsir yaitu tafsir Al Qur’an Al Karim dan At Tarikh.
Pada usia 21 tahun dia mulai mengadakan perjalanan untuk mengumpulkan hadits. Dengan cara tersebut dia telah mendapatkan hadits-hadits dari para ulama terkenal yang mana juga sebagai gurunya seperti Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Numaayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Al Azhar, Basyar bin Adam serta para pengikut Imam Malik dan Al Layss.
Karya utama Ibnu majah dalam bidang hadits adalah Sunan Ibnu Majah yang dikenal sebagai salah satu dari enam kitab kumpulan hadits yang terkenal dengan julukan Al Kutub As Sittah (kitab yang enam). Lima kitab hadits yang lain dari kumpulan tersebut adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi dan Sunan An Nasa’i (disebut dengan Sunan, karena kitab ini mengandung ahadits yang menyinggung masalah duniawi/mu’amalah).
Ibnu Majah wafat di tempat kelahirannya Qazwin hari Selasa, tanggal 20 Ramadhan 273 H/18 Pebruari 887 M dalam usia 64 tahun.
7.      Imam Ahmad (164-241 H/ 780-855 M)
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah bin Muhammad bin Hanbal Al Marwazy. Dia adalah ulama hadits terkenal kelahiran Baghdad. Dia dilahirkan pada bulan Rabiul Awal, tahun 164 H/780 M. Beliau terkenal sebagai salah seorang pendiri madzhab yang dikenal dengan nama Hanabilah (Hanbaly). Beliau mulai mencari hadits sejak berumur 16 tahun hingga merantau ke kota-kota di Timur Tengah. Dari perantauan inilah, beliau mendapatkan guru-guru kenamaan, antara lain: Sufyan bin ‘Uyainah, Ibrahim bin Sa’ad, Yahya bin Qaththan. Dan beliau adalah salah seorang murid Imam As Syafi’i yang paling setia.
Dia merupakan seorang ahli hadits yang diakui kewara’an dan kezuhudannya. Menurut Abu Zur’ah, beliau mempunyai tulisan sebanyak 12 macam yang dikuasai di luar kepala. Beliau juga mempunyai hafalan matan hadits sebanyak 1.000.000 buah. Karya beliau yang sangat gemilang adalah Musnadul Kabir. Kitab ini berisikan 40.000 buah hadits yang 10.000 di antaranya merupakan hadits ulangan.Karya beliau yang paling utama adalah Musnad Ahmad yang tersusun dari 30.000 ahadits dalam 24 juz.
Beliau pulang ke rahmatullah pada hari Jumat Rabiul Awal, 241 H/855 M di Baghdad dan dikebumikan di Marwaz yang mana jenazahnya diantar oleh 800.000 orang laki-laki dan 60.000 orang perempuan

C.       Keduduka As-Sunnah atau Al hadist
            Berdasarkan definisi Sunnah yang di kemukakan para ulama ushul fiqh diatas, Sunnah yang menjadi sumber hukum kedua islam itu ada 3 macam yaitu:

1.   Sunnah fi’liyyah, yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi saw. Yang dilihat, atau di ketahui dan di sampaikan para sahabat kepada orang lain. Misalnya, tata cara salat yang di tunjukkan Rasulullah saw. Kemudian disampaikan sahabat yang melihat atau mengetahuinya pada orang lain.
2.   Sunnah qauiliyah, yaitu ucapan nabi saw. Yang di dengar oleh dan disampaikan seorang atau beberapa sahabat kepada orang lain. Misalnya, sabda rasulullah yang diriwayatkan Abu Hurairah.
لاصلاةلمن لم ىقرأبفاتحةالكتاب                                                                                                                           

tidak sah salat seseorang yang tidak membaca surat al-fatihah (H.R. al-Bukhari dan Muslim)
3.   Sunnah taqririyah, yaitu perbuatan atau ucapa sahabat yang dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi saw. Tetapi Nabi hanya diam dan tidak mencegahnya. Sikap diam dan tidak mencegahnya Nabi saw. Ini menunjukkan persetujuan Nabi saw. Miasalnya, kasus ‘Amr ibn al-Ash yang berada dalam keadaan junub (wajib mandi) pada suatu malam yang sangat dingin. Ia tidak sanggup mandi karena khawatir akan sakit. ‘Amr ibn al-Ash ketika hanya bertayamum. Lalu hal ini di sampaikan orang kepada rasulullah saw. Rasulullah kemudian bertanya kepada Amr ibn al-Ash,”Engkau melaksanakan salat bersama-sama teman engkau, sedangkan engaku dalam keadaan junub?” Amr ibn al-Ash menjawab “saya ingat firman allah ta’ala yang mengatakan, ‘Jangan kamu membunuh diri kamu, sesungguhnya Allah itu Maha Pengasih lagi Maha penyayang’, lalu saya bertayamum dan langsung salat,”Mendngarkan jawaban Amr ibn al-Ash in Rasulullah saw. Tertawa dab tidak bekomentar apapun (H.R. Ahmadi ibn Hanbal dan al-Baihaqi). Tidak berkomentar Rasulullah saw. Dipandang sebagai pengakuan bolehnya bertayamum bagi orang yang junub dalam keadaan hari yang sangat dingin sekalipun air untuk mandi.
a.         Perbuatan yang muncul dari Rasulullah sebagai manusia biasa, seperti makan, minum, duduk, dan pakaiannya. Perbuatan ini tidak termasuk sunnahyang wajib di ikuti olleh umatnya,karena hal-hal seperti itu muncul dari rasulullah sebagai manusia biasa dengan tabi’atnya. Termasuk dalam hal ini adalah perbuatan yang di tunjukkan Rasulullahsebagai akibat dari keahlian dan pengalaman hidupnya dalam persoalan duniawi, seperti dalam masalah perdagangan, pertanian, peperangan atau masalah pengobatan.
b.         Perbuatan yang di lakukan Rasulullah da nada alasan yang meunjukkan bahwa perbuatan itu khusus untuk dirinya, seperti salat tahajud yang di lakukan setiap malam, mengawini wanitalebih dari empat orang sekaligus, dan tidak menerima sedekah dari orang lain. Perbuatan seperti hanya khusus untuk dirinya dan tidak wajib diikuti umatnya.
c.         Perbuatan yang berkaitan dengan hokum da nada alasanya, maka hukumnya berkisar antara wajib, sunat, haram, makruh, dan boleh perbuatan seperti ini menjadi syari’at bagi umat islam.

D.     Fungsi As-Sunnah atau Al-Hadist terhadap al-qur’an
             Rasulullah saw. Sebagai pembawa risalah illahi berfungsi untuk menjelaskan kepada umat islam ajaran-ajaran yang diturunkan Allah melalui al-qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nahl,16;44:
وأنزلناإلىك الذكرى لتبىن للناس مانزل إلىهم                                                           
“kami turunkan kepada engkau al-qur’an agar engkau jelaskan kepada umat manusia apa-apa yang di turunkan kepada merka….”

            Sunnah Rasulullah tersebut adakalanya berbentuk mendukung hokum-hukum yang ada dalam al-qur’an, sperti Sunnah Rasulullah tentangkewajiban salat, zakat, puasa, dan haji. Kewajiban-kewajiban ini telah ada hukunya dalam al-qur’an, kemudian Rasulullah memperkuatnya dengan Sunnah beliau. Adakalanya Sunnah menjelaskan hukum-hukum yang ada dalam al-qur’an ada beberapa bentuknya yaitu:

1.      Memperinci hukum global yang ada dalam al-qur’an, sperti kewajiban shalat yang ada di dalam al-qur’an yang sifatnya global, karena tidak merinci beberpa kali, berapa rakaat, dan bagaimana tata caranya. Dalam hal ini Rasulullah bertugas menjelaskannya, sebagaimana sabda beliau:
صلو كمارأىتمونى أصلى                                                                                    

Salatlah kamu sebagaimana kamu meihat saya melakukan shalat (H.R. al-Bukhari dan Muslim).

2.       Menjelaskan maksud hukum mutlak  yang ada dalam al-qur’an, seperti perintah allah untuk memotong tanga orang yang melakukan tindak pidana pencurian. Perintah Allah ini tidak menjelaskan ukuran yang di potong dan nisab harta yang dicuri yang dikenakan hukuman potong tangan. Tugas Rasulullah adalah menjelaskan yang mutlak terbsebut, yaitu bahwa tangan yang dipotongiyu sampai pergelangan tangan dan nisab barang yang dicuri itu seperempat dinar (H.R. al-Bukhari dan Muslim).
3.      Mengkhususkan hukum-hukum yang bersifat umum dalam al-qur’an, seperti tentang pembagian harta warisan dalam surat  an-Nisa’,4;11:
ىوصىكم الله في أولادكم                                                                                   

Allah mensyari’atkan bagi kamu tentang (pembagian harta warisan) bagi anak-anakmu…

Kalimat “anak-anakmu” dalam ayat ini masih bersifat umum, yaitu seluruh anak. Akan tetapi, apabila anak itu sengaja membunuh ayahnya agar ceapat mendapat warisan, apakah dapat bagian juga? Dalam kaitan iniRasulullah menjelaskan bahwa “pembunuh tidak mendapat pembagian pewarisan” (H.R. Muslim).
Lebih lanjut, para ulama ushul fiqh juga membahas persoalan tentang boleh tidaknya Rasulullah menetapkan hukum baru yang sifatnya bukan mendukung atau menguatkan hukum yang ada dalam al-Qur’an dan bukan pula menjelaskannya. Dengan kata lain, apakah Sunnah Rasulullah boleh menetapkan hukum baru yang tidak ada dalam al-Qur’an? Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat ulama.
Jumhur ulama mengatakan bahwa Rasulullah boleh membuat hukum tambahan yang tidak dalam al-Qur’an. Dalam hubungan inilah, menurut jumhur ulama, umat islam diperintahkan taat kepada Rasul dan ketaatan pada Rasul itu sebanding dengan kataatan kepada Allah. Conto-conroh hukum baru yang dibuat rasulullah adalah: tidak bolehnya mengawini seorang wanita sekaligus dengan bibi (saudara perempuan dari ayah atau ibu) (H.R. al-Bukhari dan Musli,); tidak boleh memakan daging himar kampong (keledai yang dijadikan tunggangan /pembawa beban) dan binatang buas (H.R. Ahmad ibn Hanbal dan Abu Daud). Imam al-Syafi’I (150-204 H/767-820 M) mengatakan,”Saya tidak mengetahui ada ulama yang berbeda pebdapat tentang fungsi Sunnah, termasuk membuat hukum tambahan yang tidak ada dalam al-Qur’an.”
Sebagian ahli ushul fiqh mengatakan bahwa Rasulullah tidak boleh menetapkan hukum yang tidak ada dasrnya dalam al-Qur’an. Menurut mereka seluruh hukum yang ditetapkan Rasulullah ada dasarnya dalam al-Qur’an. baik dasarnya itu melalui qiyas(analogy), melalui kaidah kemaslahatan, atau melaui kaidah-kaidah yang ada dalam al-Qur’an. Jika demikian halnya, maka hukum-hukum tambahan yang di buat Rasulullah terlepas sama sekali dengan kandungan al-Qur’an
Dalam kaitan dengan ini, Muhammad Abu Zahrah, ‘Abdul Wahhab Khallaf dan Ali Hasaballah, ketiganya ahli ushul fiqh dari Mesir, mengatakan bahwa pada dasarnya hukum-hukum tambahan yang dibuat Rasulullah melalui sunnahnya tidak terlepas sama sekali dari kandungan atau makna umum yang dikandung al-Qur’an. Dalam maslah larangan mengawini seorang wanita sekaligus dengan (dimadu) tante atau bibinya, merupakan hukum yang di-qiyas-kan kepada larangan Allah tentang mengawini dua orang perempuan bersaudara sekaligus (Q.S an-Nisa’,4:23). Oleh sebab itu, menurut mereka, hukum-hukum tambahan yang dibuat Rasulullah itu tidak terlepas dari kaidah umum yg di tetapkan al-Qur’an, baik itu dilakukan melalui pendekatan qiyas maupun melaui. penerapan kaidah kemaslahatan.
  
BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Al-hadist atau as-sunah merupakan sumber hukum islam yang kedua selain al-qur’an, ijma, dan qiyas. menurut istilah yang dikatakan oleh ahli hadist, hadist adalah segala berita yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW yang berupa berita, ucapan, perbuatan, dan takrir ( persetujuan Nabi Muhmmad SAW. DAN Para perawi Al-hadis adalah Imam Buckhori, Imam Muslim, Imam At-Tirmidzi, Imam Ibnu Majjah, Imam An Nasa’I, Imam Ahmad.
Fungsi Al-Hadis adalah sebagai pedoman  untuk menentukan suatu hukum islam . As-sunnah juga menjelaskan hukum-hukum yang ada dalam al-qur’an. Sebagian ahli ushul fiqh mengatakan bahwa Rasulullah tidak boleh menetapkan hukum yang tidak ada dasrnya dalam al-Qur’an. Menurut mereka seluruh hukum yang ditetapkan Rasulullah ada dasarnya dalam al-Qur’an.

B.  SARAN
Berdasarkan hasil kajian dalam makalah ini, penyusun memberikan saran sebagai berikut:
1.      Dimasa yang akan datang as-sunah dan al-hadis semoga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Mengetrahui Biografi para perawi as-sunah dan al-hadis dan tahu sejarahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Khalaf, Abdul Wahab diterjemahkan oleh Masdar Helmy, Ilmu Ushulul Fiqh, Bandung: Gema Risalah Perss, 1996.
Harun, Nasrun, Ushul Fiqih, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.




[1] Hendra, Mengenal Para Imam Perawi Hadits, http://hendrahandsome.blogspot.co.id/2011/03/mengenal-para-imam-perawi-hadits.html (Diakses pada tanggal 02 Oktober 2016, Pukul 20.52 WIB)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar