RESUME
Judul buku:
Logika Ilmu Menalar
Penulis:
DR.W. Poespoprodjo, S.H.,S.S.,B.Ph., L.Ph.
Drs. EK. T.
Gilarso
Disusun
untuk memenuhi
Tugas
Mata kuliah logika
Dosen
Pengampu : Fatiyah, S.Hum, M.A
Disusun
Oleh :
Nur Rohmah Setiyaningtyas (16120096)
SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN ILMU
BUDAYA
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017
BAB 1
LOGIKA
Logika
adalah ilmu dan kecakapan menalar, Berfikir dengan tepat (the sciense and art
of correct thinking)
Berfikir/menalar
Dengan kata lain ditujuk sasaran
atau bidang logika, yaitu kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Dengn
berfikir di maksudkan kegiatan akal untuk” mengolah” pengetahuan yang telah
kita terima melalui panca indra, dan ditunjukan untuk mencapai suatu kebenaran.
Jadi dengan istilah “berfikir” ditunjukan suatu bentuk kegiatan akal yang khas
dan terarah.
Berfikirdengan
tepat
Dengan
ini ditunjukan segi khusus yang di perhatikan dalam logika, yaitu tepatnya
pemikiran kita. Suatu jalan pikiran yang tepat dan jitu, yang sesuai dengan patokan-patokan
seperti yang dikemukakan dalam logika, disebut “logis”. Jalan pikiran yang
tidak mengindahkan patokan-patokan logika itu tentu berantakan dan sesat, dan
dari pikiran yang sesat akan timbul tindakan yang sesat pula.
Kecakapan
Logika
sebagai ilmu merumuskan aturan-aturan untuk pemikiran yang tepat. Kita
mempelajari aturan-aturan tersebut utuk dapat menerapkanya, seperti misalnya dalam
membuktikan sesuatu atau meganalisis suatu persoalan.
Pembagian
Materi Logika
Untuk
menentukan pemikiran yang tepat, logika menganalisis unsur-unsur pemikiran
manusia. Apa unsur-unsur pemikiran? Mari kita lihat sebuah contoh:
Aku tak dapat membeli mobil itu
karen mahal.
Dalam
kalimat ini mengandung unsur-unsur pokok pemikiran, yang sekaligus menjadi
bagian materi-materi logika:
1. Aku
menangkap apa arti “aku”,”mobil”, dan sebagainya. Pekerjaan pikiran pertama
ialah mengerti kenyataan (misalnya aku menangkap apa itu yang disebut
dengan mobil) serta membentuk pengertian atas dasar pengetahuan keinderaan.
2. Aku
melihat suatu hubungan antara harga mobil tersebut (jumlah uang yang harus ku
bayar untuk membelinya) dengan keadaan keuanganku, yang hubunganya aku
sebut’mahal’.
Pekerjaan
akal yang kedua adalah menyatakan hubungan yang ada antara pengertian-pngertian
yang telah dtiangkap itu, dengan mengatakan ini adalah demikian ‘(S=P), atau
memisahkan/memungkiri dengan mengatakan ‘Ini tidaklah demikian ‘(S#P). Misalnya
mobil itu mahal; mobil itu tidak murah. Pernyataan itu dalam logika disebut
putusan , dan biasanya dinyatakan dalam bentuk kalimat berita.
3. Atas
dasar itu kutarik kesimpulan bahwa mobil (yang mungkin sangat kubutuhkan) tidak
dapat kubeli.
Pekerjaan
akal yang ketiga adalah menyimpulkan, yaitu menghubungkan berbagai hal yang
diketahui itu sedemikian rupa sehingga kita sampai pada suatu kesimpulan.
Pekerjaan akal ini disebut penyimpulan.
Pemikiran
Pengetahuan
manusia bermula dari pengalaman-pengalaman konkret, pengalaman
sensitivo-rasional: fakta, objek-objek, kejadian-kejadian atau
peristiwa-peristiwa yang dilihat atau dialami. Tetapi akal kita tidk puas hanya
dengan mengetahui fakta saja. Akal kita ingin mengerti mengapa sesuatu
itu demikian adanya. Maka kita bertanya terus dan mencari bagaimana hal-hal
yang kita ketahui itu salin berhubungan satu dan lainya, hubungan apa yang
terdapat antara gejala-gejala yang kita alami, bagaimana kejdian yang satu
mempengaruhi, menyebabkan atau ditentukan oleh kejadian yang lain.
Hubungan
Hubungan
antara dua hal dapat dinyatakan dengan berbagai cara:
·
Kalimat berita atau
putusan
Hubungan
antara dua hal diucapkan secara positif: “ini adalah demikian’ tau ‘ini tidsk
demikian’. Misalnya: pohon-pohon tumbang; gunung api tidak meletus.
·
Hubungan sebab akibat
‘ini
demikian karena.....! misalnya: Pohon-pohon tumbang karena tanah longsor.
·
Hubungan maksud dan
tujuan
‘ini
demikian untuk ....! misalnya: Pohon-pohon ditebang untuk membuat jalan.
·
Hubungan bersyarat
‘Kalau
ini begini, maka itu begitu’. Misalnya: kalau orang membangun jalan disana,
maka pohon-pohon perlu ditebang.
Implisit-Eksplisit
Hubungan tersebut tidak selalu
ditanyakan dengan terang terangan atau eksplisit (‘tersurat’); seringkali hanya
secara implisit (‘tersirat) saja.
Misalnya kalau dikatakan:
‘pohon-pohon tumbang karena letusan gunung api,’sebenarnya ada suatu jalan
pikiran yang didalamnya, terdapat langkah-langkah tertentu yang mengaitkan
‘pohon-pohon tumbang’ dengan ‘letusan gunung api’- tetapi tidak diutarakan
dengan jelas, lengkap, dan terurai.
Untuk menganalisis jalan pikiran
maka hal-hal yang hanya secara implisit terkandung didalam suatu pemikiran
kerapkali perlu dieksplisitkan, artinya dirumuskan secara terurai dan lengkap.
Mampu melihat yang masih serba implisit atau mampu melihat implikasi suatu
pernyataan atau proposisi dan mampu membukanya eksplisit, merupakan hal yang
sangat penting dalam pemikiran deduktif.
BAB II
PENGERTIAN
DAN PERKAITAN
Berfikir
dan Bahasa
Berfikir telah kita rurmuskan
sebagai ‘berbicara dengan dirisendiri di dalam batin’. Bila orang berbicara
dengan menggunakan kata-kata, maka orang berfikir dengan menggunakan ‘konsep’
atau pengertian-pengertian (hal tersebut tidak perlu diucapkan dengan lisan
atau tertulis, meskipun hal itu dapat membantu untuk merumuskan jalan pikiran
dengan lebih jelas dan teliti.
Berfikir itu berlangsung didalam
batin. Orang lain tidak dapat melihat apa yang sedang saya pikirkan. Akan
tetapi, apabila yang saya pikirkan itu hendak saya beritahukan kepada orang
lain, maka isi pikiran itu, harus saya nyatakan, saya lahirkan, saya ungkapkan.
Untuk menyatakan isi pikiran itu, ada berbagai jalan, yaitu dengan tanda atau
isyarat, atau dengan kata-kata. Bahasa – baik lisan ataupun tertulis , adalah
alat untuk menyatakan isi pikiran.
Jadi, antara pemikiran dan bahasa
ada suatu hubungan timbal balik. Berfikir dengan jelas dan tepat menuntut
pemakaian kata yang tepat; sebaliknya pemakaian kata-kata yang tepat sangat
menolong kita untuk berfikir dengan ‘lurus’. Bahasa adalah laksana alat
pemikiran yang kalau sungguh-sungguh kita kuasai dan kita gunakan dengan tepat,
sangat membantu untuk memperoleh ‘kecakapan berfikir dengn lurus’. Berfikir
dengan lurus menuntut pemakaian kata-kata yang tepat.
Pengertian-kata-term
*Kata
Untuk bertukar dengan orang lain,
maka pengertian-pengertian yang ada di dalam batin itu harus di katakan dengan
kata-kata tertentu. Kata adalah tanda lahir yang menunjukan baik barang-barang
(kenyataan) maupun pengrtian-pengertian kita tentang barang-barang (kenyataan
itu).
Kata adalah tanda lahir atau
pernyataan dari pengetian. Akan tetapi, kata itu tidak sama dengan pengetian.
Singkatnya kata-kata adalah ekspresi dan tanda pengertian, tetapi tanda yang
tidak sempurna. Di lain pihak, pemakaian
kata yang salah kerapkali merupakan tanda pemikiran yang kacau serta menjadi
sumber kesalahpahaman. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk
menyadari kata-kata yang kita pakai, yaitu pengertian apa yang terkandung di
dalamnya dan kenyataan ap yang hendak ditunjukan dengan kata tertentu.
*Term
Untuk mengerti arti dari kata tertentu,
salah satu hal yang perlu kita perhatikan ialah tempat dan fungsi kata itu di
dalam suatu kalimat.
Term
= bagian dari suatu kalimat yang berfungsi sebagai (S atau P)
Dengan
demikian, dlam satu kalimat ada dua term. Misalnya dalam kalimat ‘Tono itu nakal’,
maka Tono (=subjek) dan nakal (=predikat) adalah term-termnya, yang dihubungkan
oleh kata ‘itu’ sebagai kata penghubung.
Suatu putusan atau kalimat pada
pokoknya terdiri dari 3 unsur:
1. SUBJEK,
di singkat: S
2. PREDIKAT,di
singkat: P
3. KATA
PENGHUBUNG, di singkat : = , yaitu tanda yang menyatakan adanya penghubung
antara S dan P, yang dalam bahasa indonesia dapat di nyatakan dengan kata,
seperti adalah, merupakan, dll.
Maka
bagan atau bagian putusan adalah S=P.
NB:
S dan P itu dapat terdiri dari satukata
saja (Tono dan nakal), akan tetapi mungkin juga berupa beberapa kata yang
bersama-sama atau sebagai satu kesatuan berfungsi sebagai S dan P dalam sebuah
kalimat. Misalnya ‘anak kecil yang duduk di pojok itu’ adalah suatu term, yakni
S dalam kalimat ‘anak kecil yang duduk di pojok itu adik saya’.
BAB II
PUTUSAN DAN KALIMAT
PUTUSAN
Putusan ialah perbuatan manusia yang
didalamnya ia mengakui atau memungkiri sesuatu tentang sesuatu. Adapun unsur-unsur putusan , yaitu:
1.
Subjek = hal
yang tentangnya dikatakan (diakui atau dimungkiri) sesuatu.
2.
Predikat = Apa
yang diketahui atau disangkal tentang subjek.
Predikat ialah keterangan yang
dikatakan tentangh subjek .
3.
Hubungan antara subjek dan predikat =
pernyatan-pernyataan atau pemisah , jadi afirmasi atau negasi. Unsur ketiga ini yang terpenting . tanpa afirmasi
atau negasi tidak ada putusan (meskipun dalam bahasa Indonesia tak selalu
diungkapkan dengan kata tersendiri ).
Ada juga penggolongan putusan, yaitu:
Menurut sifat
afirmasi dan negasi dibedakan:
1.
Putusan
‘kategoris’ = putusan yang di
dalamnya P diakui atau dipungkiri
tentang S tanpa syarat.
2.
Putusan
‘hipotesis’ = putusan yang didalamnya P diakui atau dipungkiri tentang S; tidak
secara langsung, melainkan tergantung dari suatu syarat.
Kalimat berita
Putusan
kategoris dirumuskan dalam bentuk sebuah kalimat,khususnya kalimat berita.
Dalam menjabarkan kalimat terdapat penjelasan bahwa
dalam percakapan sehari-hari , dalam uraian dan pidato-pidato sering kali
dipaai kalimat-kalimat yang panjang dan berbelit-belit, yang bertingkat dan
tersusun dari induk dan anak kalimat. Akan tetapi, mungkin juga hanya sepatah
kata saja yang cukup untuk melahirkan
isi pikiran. Misalnya jawaban atas sebuah pertanyaan cukup dirumuskan dengan
sepatah kata saja.
Contoh:
“itu gambar apa?” jawabanya :” segi tiga”. Kalau
jawaban kita rumuskan dalam bentuk kalimat lengkap, maka menjadi putusan dalam
bentuk: “gambar ini = gambar segi tiga”.
Dengan
demikian, menjadi lebih jelas keterangan apa yang dikemukakan (predikat)
tentang apa atau siapa (subjek).
Contoh:
“Dia
telah mengarang sepuluh buku cerita”. Dalam kalimat ini, subjek cukup jelas,
tetapi kata kerja ‘mengarang ‘ mengandung kata penghubung maupun predikat. Jika
kalimat ini dijabarkan menjadi putusan S = P, Maka akan berupa:
Dia = telah mengarang sepuluh buku.
Dia = Pengarang sepuluh buku.
Jadi, menjabarkan kalimat berarti merumuskan kalimat
itu sedemikian rupa hingga termnya
(subjek dan predikat) dan kata penghubungnya menjadi kelihatan tidak jelas.
Mengatakan sesuatu tentang sesuatu
a). putusan afirmatif
dalam
putusan afirmatif, S dan P dinyatakan satu. Kata penghubung menghubungkan,
mempersatukan P dan S. dirumuskan dengan
istilah-istilah yang sudah kuasai:
·
Isi
predikat ditetapkan pada ( dikatakan
tentang ) subjek.
·
Luas subjek
dinyatakan masuk luas/lingkungan predikat.
Misalnya : “kucing itu binatang” dinyatakn bahwa ‘kucing’ dan ‘binatang’ itu merupakan satu
subjek. Karna ‘kucing’ itu termasuk ‘binatang’.
·
Putusan negative
Dalam putusan
negative justru dinyatakan tidak ada kesatuan antara S dan P. S dan P
dipisahkan , dikatakan tidak sama.
Contoh: “ kucing itu bukan anjing”. Tak kan ada kucing
termasuk lingkungan ‘anjing’ dan sebaliknya . jika digambarkan:
S # P
KUCING
ANJING
Menandakan bahwa kucing dan anjing
itu tidak sama. ‘kucing’ adalah kucing , dan ‘anjing’ adalah anjing.
BAB IV
PENYIMPULAN
LANGSUNG
PENYIMPULAN ialah kegiatan manusia
yang dari pengetahuan yang telah dimiliki dan berdasarkan pengetahuan itu bergerak
ke pengetahuan baru.
Berikut
berbagai istilah penyimpulan:
·
Titik pangkal:
Pengetahuan yang telah dimiliki serta
yang merupakan titik tolak dalam proses pemikiran itudisebut antecedens atau premis (artinya : yang mendahului). Jadi, premis = hal dari mana
disimpulkan sesuatu.
·
Hasil pemikiran
= pengetahuan baru yang diperoleh berdasarkan premis-premis disebut kesimpulan.
Proses mengambil suatu kesimpulan dari premis-pemis
tertentu itu disebut penyimpulan.
·
Hubungan antara
premis dan kesimpulan, serta yang merupakan dasar untuk kesimpulan itu agar
agar lebih mudah kita sebut hubungan (istilah teknisnya: konsekuensi).
·
Kesimpulan yang
sungguh-sungguh dapat dan harus diambil premis-premis tertentu disebut
kesimpulan yang sah. Kesimpulan yang
salah, yang tidak boleh atau tidak dapat diambil dari premis-premis tertentu
itu disebut kesimpulan yang tidak sah.
Penyimpulan langsung dan tidak langsung
Premis terdiri dari satu, dua, atau
lebih putusan. Berpangkal pada putusan tertentu, kita sering kali dapat secara
langsung menyimpulkan suatu putusan baru, dengan memakai subjek dan predikat
yang sama. Ini disebut penyimpulan langsung.
Contoh penyimpulan tidak langsung,
yaitu: ‘jiwa manusia itu bersifat rohani’. Maka jalan pikiran dapat disusun
demikian:
Jiwa manusia =
rohani = tak dapat mati
S = M
= P
Cara berfikir sperti ini disebut
prnyimpulan tidak langsung. Disebut tidak langsung karena S dan P dari
kesimpulan dipersatukan melalui atau dengan perantara term menegah tersebut ,
yang berfungsi menunjukan alasan mengapa S dan P tertentu dapat dipersatukan .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar