Sabtu, 17 Desember 2016

RESUME
Judul buku: Logika Ilmu Menalar
Penulis: DR.W. Poespoprodjo, S.H.,S.S.,B.Ph., L.Ph.
Drs. EK. T. Gilarso

Disusun untuk memenuhi
Tugas Mata kuliah logika
Dosen Pengampu : Fatiyah, S.Hum, M.A

Disusun Oleh :
Nur Rohmah Setiyaningtyas               (16120096)

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016/2017


BAB 1
LOGIKA
Logika adalah ilmu dan kecakapan menalar, Berfikir dengan tepat (the sciense and art of correct thinking)
Berfikir/menalar
            Dengan kata lain ditujuk sasaran atau bidang logika, yaitu kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Dengn berfikir di maksudkan kegiatan akal untuk” mengolah” pengetahuan yang telah kita terima melalui panca indra, dan ditunjukan untuk mencapai suatu kebenaran. Jadi dengan istilah “berfikir” ditunjukan suatu bentuk kegiatan akal yang khas dan terarah.
Berfikirdengan tepat
            Dengan ini ditunjukan segi khusus yang di perhatikan dalam logika, yaitu tepatnya pemikiran kita. Suatu jalan pikiran yang tepat dan jitu, yang sesuai dengan patokan-patokan seperti yang dikemukakan dalam logika, disebut “logis”. Jalan pikiran yang tidak mengindahkan patokan-patokan logika itu tentu berantakan dan sesat, dan dari pikiran yang sesat akan timbul tindakan yang sesat pula.
Kecakapan                             
            Logika sebagai ilmu merumuskan aturan-aturan untuk pemikiran yang tepat. Kita mempelajari aturan-aturan tersebut utuk dapat menerapkanya, seperti misalnya dalam membuktikan sesuatu atau meganalisis suatu persoalan.
Pembagian Materi Logika
            Untuk menentukan pemikiran yang tepat, logika menganalisis unsur-unsur pemikiran manusia. Apa unsur-unsur pemikiran? Mari kita lihat sebuah contoh:
            Aku tak dapat membeli mobil itu karen mahal.
Dalam kalimat ini mengandung unsur-unsur pokok pemikiran, yang sekaligus menjadi bagian materi-materi logika:
1.      Aku menangkap apa arti “aku”,”mobil”, dan sebagainya. Pekerjaan pikiran pertama ialah mengerti kenyataan (misalnya aku menangkap apa itu yang disebut dengan mobil) serta membentuk pengertian atas dasar pengetahuan keinderaan.
2.      Aku melihat suatu hubungan antara harga mobil tersebut (jumlah uang yang harus ku bayar untuk membelinya) dengan keadaan keuanganku, yang hubunganya aku sebut’mahal’.
Pekerjaan akal yang kedua adalah menyatakan hubungan yang ada antara pengertian-pngertian yang telah dtiangkap itu, dengan mengatakan ini adalah demikian ‘(S=P), atau memisahkan/memungkiri dengan mengatakan ‘Ini tidaklah demikian ‘(S#P). Misalnya mobil itu mahal; mobil itu tidak murah. Pernyataan itu dalam logika disebut putusan , dan biasanya dinyatakan dalam bentuk kalimat berita.
3.      Atas dasar itu kutarik kesimpulan bahwa mobil (yang mungkin sangat kubutuhkan) tidak dapat kubeli.
Pekerjaan akal yang ketiga adalah menyimpulkan, yaitu menghubungkan berbagai hal yang diketahui itu sedemikian rupa sehingga kita sampai pada suatu kesimpulan. Pekerjaan akal ini disebut penyimpulan.

Pemikiran 
            Pengetahuan manusia bermula dari pengalaman-pengalaman konkret, pengalaman sensitivo-rasional: fakta, objek-objek, kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dilihat atau dialami. Tetapi akal kita tidk puas hanya dengan mengetahui fakta saja. Akal kita ingin mengerti mengapa sesuatu itu demikian adanya. Maka kita bertanya terus dan mencari bagaimana hal-hal yang kita ketahui itu salin berhubungan satu dan lainya, hubungan apa yang terdapat antara gejala-gejala yang kita alami, bagaimana kejdian yang satu mempengaruhi, menyebabkan atau ditentukan oleh kejadian yang lain.

Hubungan
Hubungan antara dua hal dapat dinyatakan dengan berbagai cara:
·         Kalimat berita atau putusan
Hubungan antara dua hal diucapkan secara positif: “ini adalah demikian’ tau ‘ini tidsk demikian’. Misalnya: pohon-pohon tumbang; gunung api tidak meletus.
·         Hubungan sebab akibat
‘ini demikian karena.....! misalnya: Pohon-pohon tumbang karena tanah longsor.
·         Hubungan maksud dan tujuan
‘ini demikian untuk ....! misalnya: Pohon-pohon ditebang untuk membuat jalan.
·         Hubungan bersyarat
‘Kalau ini begini, maka itu begitu’. Misalnya: kalau orang membangun jalan disana, maka pohon-pohon perlu ditebang.
Implisit-Eksplisit        
            Hubungan tersebut tidak selalu ditanyakan dengan terang terangan atau eksplisit (‘tersurat’); seringkali hanya secara implisit (‘tersirat) saja.
            Misalnya kalau dikatakan: ‘pohon-pohon tumbang karena letusan gunung api,’sebenarnya ada suatu jalan pikiran yang didalamnya, terdapat langkah-langkah tertentu yang mengaitkan ‘pohon-pohon tumbang’ dengan ‘letusan gunung api’- tetapi tidak diutarakan dengan jelas, lengkap, dan terurai.
            Untuk menganalisis jalan pikiran maka hal-hal yang hanya secara implisit terkandung didalam suatu pemikiran kerapkali perlu dieksplisitkan, artinya dirumuskan secara terurai dan lengkap. Mampu melihat yang masih serba implisit atau mampu melihat implikasi suatu pernyataan atau proposisi dan mampu membukanya eksplisit, merupakan hal yang sangat penting dalam pemikiran deduktif.

BAB II

PENGERTIAN DAN PERKAITAN
Berfikir dan Bahasa
            Berfikir telah kita rurmuskan sebagai ‘berbicara dengan dirisendiri di dalam batin’. Bila orang berbicara dengan menggunakan kata-kata, maka orang berfikir dengan menggunakan ‘konsep’ atau pengertian-pengertian (hal tersebut tidak perlu diucapkan dengan lisan atau tertulis, meskipun hal itu dapat membantu untuk merumuskan jalan pikiran dengan lebih jelas dan teliti.
            Berfikir itu berlangsung didalam batin. Orang lain tidak dapat melihat apa yang sedang saya pikirkan. Akan tetapi, apabila yang saya pikirkan itu hendak saya beritahukan kepada orang lain, maka isi pikiran itu, harus saya nyatakan, saya lahirkan, saya ungkapkan. Untuk menyatakan isi pikiran itu, ada berbagai jalan, yaitu dengan tanda atau isyarat, atau dengan kata-kata. Bahasa – baik lisan ataupun tertulis , adalah alat  untuk menyatakan isi pikiran.
            Jadi, antara pemikiran dan bahasa ada suatu hubungan timbal balik. Berfikir dengan jelas dan tepat menuntut pemakaian kata yang tepat; sebaliknya pemakaian kata-kata yang tepat sangat menolong kita untuk berfikir dengan ‘lurus’. Bahasa adalah laksana alat pemikiran yang kalau sungguh-sungguh kita kuasai dan kita gunakan dengan tepat, sangat membantu untuk memperoleh ‘kecakapan berfikir dengn lurus’. Berfikir dengan lurus menuntut pemakaian kata-kata yang tepat.

Pengertian-kata-term

 *Kata
            Untuk bertukar dengan orang lain, maka pengertian-pengertian yang ada di dalam batin itu harus di katakan dengan kata-kata tertentu. Kata adalah tanda lahir yang menunjukan baik barang-barang (kenyataan) maupun pengrtian-pengertian kita tentang barang-barang (kenyataan itu).
            Kata adalah tanda lahir atau pernyataan dari pengetian. Akan tetapi, kata itu tidak sama dengan pengetian. Singkatnya kata-kata adalah ekspresi dan tanda pengertian, tetapi tanda yang tidak sempurna. Di lain pihak,  pemakaian kata yang salah kerapkali merupakan tanda pemikiran yang kacau serta menjadi sumber kesalahpahaman. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menyadari kata-kata yang kita pakai, yaitu pengertian apa yang terkandung di dalamnya dan kenyataan ap yang hendak ditunjukan dengan kata tertentu.

 *Term
            Untuk mengerti arti dari kata tertentu, salah satu hal yang perlu kita perhatikan ialah tempat dan fungsi kata itu di dalam suatu kalimat.                                                                                      
Term = bagian dari suatu kalimat yang berfungsi sebagai (S atau P)

Dengan demikian, dlam satu kalimat ada dua term. Misalnya dalam kalimat ‘Tono itu nakal’, maka Tono (=subjek) dan nakal (=predikat) adalah term-termnya, yang dihubungkan oleh kata ‘itu’ sebagai kata penghubung.
            Suatu putusan atau kalimat pada pokoknya terdiri dari 3 unsur:
1.      SUBJEK, di singkat: S
2.      PREDIKAT,di singkat: P
3.      KATA PENGHUBUNG, di singkat : = , yaitu tanda yang menyatakan adanya penghubung antara S dan P, yang dalam bahasa indonesia dapat di nyatakan dengan kata, seperti adalah, merupakan, dll.
Maka bagan atau bagian putusan adalah  S=P.
NB:
      S dan P itu dapat terdiri dari satukata saja (Tono dan nakal), akan tetapi mungkin juga berupa beberapa kata yang bersama-sama atau sebagai satu kesatuan berfungsi sebagai S dan P dalam sebuah kalimat. Misalnya ‘anak kecil yang duduk di pojok itu’ adalah suatu term, yakni S dalam kalimat ‘anak kecil yang duduk di pojok itu adik saya’.
BAB II 
PUTUSAN DAN KALIMAT

PUTUSAN
            Putusan ialah perbuatan manusia yang didalamnya ia mengakui atau memungkiri sesuatu tentang sesuatu. Adapun unsur-unsur putusan , yaitu:
1.      Subjek = hal yang tentangnya dikatakan (diakui atau dimungkiri) sesuatu.
2.      Predikat = Apa yang diketahui atau disangkal tentang subjek.  Predikat  ialah keterangan yang dikatakan tentangh subjek .
3.       Hubungan antara subjek dan predikat = pernyatan-pernyataan atau pemisah , jadi afirmasi atau negasi. Unsur  ketiga ini yang terpenting . tanpa afirmasi atau negasi tidak ada putusan (meskipun dalam bahasa Indonesia tak selalu diungkapkan dengan kata tersendiri ).
Ada juga penggolongan putusan, yaitu:
Menurut  sifat afirmasi dan negasi dibedakan:
1.      Putusan ‘kategoris’ = putusan  yang di dalamnya  P diakui atau dipungkiri tentang S tanpa syarat.
2.      Putusan ‘hipotesis’ = putusan yang didalamnya P diakui atau dipungkiri tentang S; tidak secara langsung, melainkan tergantung dari suatu syarat.
Kalimat berita
            Putusan kategoris dirumuskan dalam bentuk sebuah kalimat,khususnya kalimat berita.
Dalam menjabarkan kalimat terdapat penjelasan bahwa dalam percakapan sehari-hari , dalam uraian dan pidato-pidato sering kali dipaai kalimat-kalimat yang panjang dan berbelit-belit, yang bertingkat dan tersusun dari induk dan anak kalimat. Akan tetapi, mungkin juga hanya sepatah kata saja yang cukup  untuk melahirkan isi pikiran. Misalnya jawaban atas sebuah pertanyaan cukup dirumuskan dengan sepatah kata saja.
Contoh:
“itu gambar apa?” jawabanya :” segi tiga”. Kalau jawaban kita rumuskan dalam bentuk kalimat lengkap, maka menjadi putusan dalam bentuk:  “gambar ini = gambar segi tiga”.
            Dengan demikian, menjadi lebih jelas keterangan apa yang dikemukakan (predikat) tentang apa atau siapa (subjek).


Contoh:
            “Dia telah mengarang sepuluh buku cerita”. Dalam kalimat ini, subjek cukup jelas, tetapi kata kerja ‘mengarang ‘ mengandung kata penghubung maupun predikat. Jika kalimat ini dijabarkan menjadi putusan S = P, Maka akan berupa:
Dia = telah mengarang sepuluh buku.
Dia = Pengarang sepuluh buku.
Jadi, menjabarkan kalimat berarti merumuskan kalimat itu sedemikian  rupa hingga termnya (subjek dan predikat) dan kata penghubungnya menjadi kelihatan tidak jelas.

Mengatakan sesuatu tentang sesuatu
a). putusan afirmatif
            dalam putusan afirmatif, S dan P dinyatakan satu. Kata penghubung menghubungkan, mempersatukan  P dan S. dirumuskan dengan istilah-istilah yang sudah kuasai:
·         Isi predikat  ditetapkan pada ( dikatakan tentang ) subjek.
·         Luas subjek dinyatakan masuk luas/lingkungan predikat.
Misalnya : “kucing itu binatang” dinyatakn bahwa  ‘kucing’ dan ‘binatang’ itu merupakan satu subjek. Karna ‘kucing’ itu termasuk ‘binatang’.
·         Putusan  negative
Dalam putusan  negative justru dinyatakan tidak ada kesatuan antara S dan P. S dan P dipisahkan , dikatakan tidak sama.
Contoh: “ kucing itu bukan anjing”. Tak kan ada kucing termasuk lingkungan ‘anjing’ dan sebaliknya . jika digambarkan:
                  S                            #                                  P
            KUCING                                                   ANJING

            Menandakan bahwa kucing dan anjing itu tidak sama. ‘kucing’ adalah kucing , dan ‘anjing’ adalah anjing.
BAB IV

PENYIMPULAN LANGSUNG

            PENYIMPULAN ialah kegiatan manusia yang dari pengetahuan yang telah dimiliki dan berdasarkan pengetahuan itu bergerak ke pengetahuan baru.
Berikut berbagai istilah penyimpulan:
·         Titik pangkal: Pengetahuan yang telah  dimiliki serta yang merupakan titik tolak dalam proses pemikiran itudisebut antecedens atau premis (artinya : yang mendahului). Jadi, premis = hal dari mana disimpulkan sesuatu.
·         Hasil pemikiran = pengetahuan baru yang diperoleh berdasarkan premis-premis disebut kesimpulan.
Proses mengambil suatu kesimpulan dari premis-pemis tertentu itu disebut penyimpulan.
·         Hubungan antara premis dan kesimpulan, serta yang merupakan dasar untuk kesimpulan itu agar agar lebih mudah kita sebut hubungan (istilah teknisnya: konsekuensi).
·         Kesimpulan yang sungguh-sungguh dapat dan harus diambil premis-premis tertentu disebut kesimpulan  yang sah. Kesimpulan yang salah, yang tidak boleh atau tidak dapat diambil dari premis-premis tertentu itu disebut kesimpulan yang tidak sah.

Penyimpulan langsung dan tidak langsung
            Premis terdiri dari satu, dua, atau lebih putusan. Berpangkal pada putusan tertentu, kita sering kali dapat secara langsung menyimpulkan suatu putusan baru, dengan memakai subjek dan predikat yang sama. Ini disebut penyimpulan langsung.
            Contoh penyimpulan tidak langsung, yaitu: ‘jiwa manusia itu bersifat rohani’. Maka jalan pikiran dapat disusun demikian:
            Jiwa manusia   =  rohani  =  tak dapat mati
                     S              =     M       =           P
            Cara berfikir sperti ini disebut prnyimpulan tidak langsung. Disebut tidak langsung karena S dan P dari kesimpulan dipersatukan melalui atau dengan perantara term menegah tersebut , yang berfungsi menunjukan alasan mengapa S dan P tertentu dapat dipersatukan .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar