BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Sejak manusia dilahirkan pada
dasarnya sudah sepantasnya untuk dilatih berpikir dengan jelas , tajam dan
terang rumusannya , hal itu juga supaya lebih tangkas dan kreatif . dengan
demikian kita sebagai generasi penerus bangsa perlu belajar berpikir tertip ,
jelas , serta tajam. Hal yang sangat penting juga adalah belajar membuat
deduksi yang berani dengan salah satu cara untuk melahirkannya adalah
silogisme. . Hal ini diperlukan karena mengajarkan kita untuk dapat melihat
konsekwensi dari sesuatu pendirian atau pernyataan yang apa bila di telaah
lebih lanjut, sebenarnya pendirian atau pernyataan itu tadi self – destructive.
Mungkin hal itu bisa terjadi karena
tidak mau menghargai kebenaran dari sesuatu tradisi atau tidak dapat menilai
kegunaannya yang besar dari sesuatu yang berasal dari masa lampau, ada juga
sebagian orang yang mengatakan atau menganggap percuma mempelajari seluk beluk
silogisme . Tetapi mungkin juga anggapan itu didasarkan pada kenyataan bahwa
biasanya dalam proses penulisan atau pemikiran hanya sedikit orang saja yang
dapat mengungkapkan pikirannya dalam bentuk silogisme. Akan tetapi , proses
pemikiran kita menurut kenyataanya mengikuti pola silogisme jauh lebih sering
dari pada yang kita duga. Misalnya ucapan “ Saya tidak senang kepada pegawai
itu karena ia biasa datang terlambat ke kantor “ Proses pemikiran tersebut haya
bisa di uji dan di kaji apabila kita beberkan dalam bentuk silogisme karena
bentuk silogismelah setiap langkah dari proses tersebut menjadi terbuka .
B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan latar belakang masalah
sebagai mana yang telah kami tulis diatas maka maka perlu di susun suatu
perumusan masalah , hal ini di maksudkan untuk tidak terjadinya kesalah fahaman
dan penafsiran antara penenulis dengan pembaca. Dengan demikian maka perumusan
masalah dalam makalah ini , penulis akan berpijak pada masalah yang telah di
uraikan di muka . Adapun perumusan masalah yang di jadikan ukuran dalam makalah
ini sebagai berikut,:
“ Apakah
silogisme itu “
Dalam penulisan ini kami hanya
terbatas pada Pengertian silogisme ,bagian – bagian silogisme dan macam- macam
silogisme.
C. TUJUAN
1. Penulisan makalah silogisme ini betujuan agar dapat
mengetahui Pengertian silogisme ,bagian – bagian silogisme dan macam- macam
silogisme.
2. Dengan adanya makalah ini di harapkan menjadi
masukan dan tambahan ilmu pengetahuan kepada para pembaca khususnya pada rekan
STAIN Pamekasan serta pada generasi penerus bangsa ini.
BAB I
SILOGISME
A. PENGERTIAN SILOGISME
Silogisme merupakan bagian yang paling akhir dari pembahasan
logika formal dan dianggap sebagian yang paling penting dalam ilmu logika .
Dilihat dari bentuknya silogisme adalah contoh yang paling tegas dalam cara
berpikir deduktif yakni mengambil kesimpulan khusus dari kesimpulan umum .
hanya saja dalam teori silogisme kesimpulan terdahulu hanya terdiri dari dua
keputusan saja sedang salah satu keputusannya harus universal dan dalam dua
keputusan tersebut harus ada usur – unsur yang sama – sama dipunyai oleh kedua
keputusannnya
Jadi tegasnya yang di namakan dengan silogisme adalah
suatu pengambilan kesimpulan dari dua macam keputusan ( yang mengandung unsur
yang sama dan salah satunya harus universal ) suatu keputusan yang ketiga yang
kebenarannya sama dengan dua keputusan yang mendahuluinya [1].
Dengan kata lain silogisme adalah merupakan pola berpikir yang di susun dari
dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan . [2]Contoh
1, Semua makhluk mempuyai mata , ( Primis Mayor )
2. Si kacong adalah seorang mahluk ( Primis Minor )
3. Jadi Si kacong mempuyai mata . ( Kesimpulan )
Pada contoh diatas kita melihat adanya persamaan
antara keputusan pertama dengan keputusan kedua yakni sama – sam mahkluk dan
salah satu dari keduanya universal ( Keputusan pertama ) oleh karena itu nilai
kebenaran dari keputusan ketiga sama dengan nilai kebenaran dua keputusan
sebelumnya. Kesimpulan yang diambil bahwa Si kacong mempuyai mata adalah sah
menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua
primis yang mendukungnya. Pertanyaan apakah kesimpulan itu benar maka hal ini
harus di kembalikan kepada kebenaran primis yang mendahuluinya.. Sekiranya
kedua primis yang mendukungnya adalah benar maka dapat dipastikan bahwa
kesimpulan yang di tariknya juga adalah benar.
Dengan demikian maka ketetapan penarikan kesimpulan
tergantung dari tiga hal yakni kebenaran primis mayor, kebenaran premis minor
dan keabsahan pengambilan kesimpulan . Dan ketika salah satu dari ketiga unsur
tersebut persyaratannya tidak di penuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan
salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif, Argumentasi
matematik seperti : a sama dengan b dan bila b sama dengan c maka a sama dengan
c hal ini merupakan penalaran deduktif , Kesimpulan ang berupa pengetahuan baru
bahwa a sama dengan c pada haketnya bukan merupakan pengetahuan baru dalam arti
yang sebenarnya , melainkan sekedar konsekwensi dari dua pengetahuan yang sudah
kita ketahui sebelumnya , yakni bahwa a sama dengan b dan b sama dengan c.[3]
B. Bagian Bagian Silogisme
Pada dasarnya silogisme mempuyai empat bagian
- Bagian pertama adalah keputusan pertama , yang biasanya disebut premis mayor. Premis mempuyai arti kalimat yang di jadikan dasar penarikan kesimpulan [4] , ada juga yang mengatakan primes adalah kata- kata atau tulisan sebagai pendahulu untuk menarik suatu kesimpulan [5] atau dapat juga diartikan sebagai pangkal pikiran . Mayor artinya besar . Primis mayor artinya pangkal pikir yang mengandung term mayor dari silogisme itu , dimana nantinya akan muncul menjadi predikat dalam kongklusi ( kesimpulan )
Contoh :
Semua makhluk mempuyai mata
- Bagian kedua adalah keputusan kedua , yang umunya di sebut dengan premis minor. Premis minor artinya pangkal pikiran yang mengandung term minor ( Kecil ) dari silogisme itu , dimana nantinya akan muncul menjadi subjek dalam kongklusi.
Contoh : Si
kacong adalah seorang mahluk
- Bagian ketiga adalah bagian – bagian yang sama dalam dua keputusan tersebut , yang biasanya disebut medium atau term menengah ( middle term ) , Karena ia terdapat pada kedua premis ( Mayor dan minor ) , maka bertindak sebagai penghubung ( medium ) antara keduanya , tetapi tidak muncul dalam kongklusi.
- Bagian keempat adalah keputusan ketiga yang disebut kongklusi atau kesimpulan , adalah merupakan keputusan baru ( dari dua keputusan sebelumnya ) yang mengatakan bahwa apa yang benar dalam mayor , juga benar dalam term minor Artinya kalau miming benar., Semua makhluk mempuyai mata , maka Si kacong yang menjadi bagian dari mahkluk adalah mempuyai mata
Si kacong mempuyai mata
C. Macam – macam silogisme.
Penyimpulan deduksi yang telah kita ketahui sekedarnya
dapat kita laksanakan melalui teknik – teknik , silogisme kategosik baik melaui
bentuk standarnya maupun bukan , Silogisme merupakan bentuk penyimpulan tidak
langsung di katakan demikian karena dalam silogisme kita menyimpulkan
pengetahuan baru yang kebenarannya di ambil secara sintetis dari dua
permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu , yang tidak terjadi dalam
penyimpulan Eduksi. Dan pada saat ini Silogisme terdiri dari silogisme
katagorik ,silogisme hipotetik, Silogisme disyungtif maupun melalui dilema.
untuk lebih lanjut akan kami jelaskan berikut ini ;
1. Silogisme
kategorik adalah silogisme yang semua posisinya merupakan
proposisi kategorik , Demi lahirnya konklusi maka pangkal umum tempat kita
berpijak harus merupakan proposisi universal , sedangkan pangkalan khusus tidak
berarti bahwa proposisinya harus partikuler atau sinjuler, tetapi bisa juga
proposisi universal tetapi ia diletakkan di bawah aturan pangkalan umumnya .
Pangkalan khusus bisa menyatakan permasalahan yang berbeda dari pangkalan
umumnya , tapi bisa juga merupakan kenyataan yang lebih khusus dari
permasalahan umumnya dengan demikian satu pangalan umum dan satu pangkalan
khusus dapat di hubungkan dengan berbagai cara tetapi hubungan itu harus di
perhatikan kwalitas dan kantitasnya agar kita dapat mengambil konklusi atau
natijah yang valid [6]
Sekarang
kita praktekkan bagaimana dua permasalahan dapat menghasilkan kesimpulan yang
absah
Semua
Manusia tidak lepas dari kesalahan
Semua
cendekiawan adalah manusia
Pangkalan
umum disini adalah proposisi pertama sebagai pernyataan universal yang di
tandai dengan kuantifier ‘ semua ‘ untuk menegaskan sifat yang berlaku bagi
manusia secara menyeluruh . Pangkalah khusussnya adalah proposisi kedua
miskipun ia juga merupakan pernyataan universal ia berada dibawah aturan
pernyataan pertama sehingga dapat kita simpulkan : semua cendikiawan tidak
lepas dari kesalahan .
Bila
pangkalan khususnya berupa proposisi singules prosedur penyimpulannya juga sama
segingga dari pernyataan :
Semua tanaman
membutuhkan air ( Premis Mayor )
M P
Padi adalah tanaman
( Primis Minor )
S M
Padi
membutuhkan air ( Konklusi )
S P
Keterangan :
S = Subyek;
P = Predikat M. = Middle term.
Kode – kode
serupa membantu kita dalam proses untuk menemukan kesimpulan langkah pertama
tandailah terlebih dahulu term – term yang sama pada kedua premis , dengan
memberi garis bawah kemudia kita tuliskan huruf M . term lain pada premis mayor
pastilah P dan pada premis Minor pastilah S. kemudian tulislah konklusinya
dengan menulis secara lengkap term S dan P nya untuk menentukan mana perimis
manyor tidaklah sukar karena ia boleh dikatakan selalu di sebut pada awal
bangunan silogisme , term menengah tidak boleh kita sebut atau kita tulis dalam
konklusi . begitulah dasar dalam memperoleh konklusi . namun demikinan kita
perlu memperhatikan patokan – patokan lain agar di dapat kesimpulan yang apsah
dan benar.
2. Silogisme
Hipotetik : Adalah argument yang premis mayornya berupa
proposisi hipotetik sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik yang
menetapkan atau mengingkari terem antecindent atau terem konsecwen premis
mayornya . Sebenarnya silogisme hipotetik tidk memiliki premis mayor maupun
primis minor karena kita ketahui premis mayor itu mengandung terem predikat
pada konklusi , sedangkan primis minor itu mengandung term subyek pada konklusi
.
Pada
silogisme hipotetik term konklusi adalah term yang kesemuanya dikandung oleh
premis mayornya, mungkin bagian anteseden dan mungkin pula bagian
konsekuensinya tergantung oleh bagian yang diakui atau di pungkiri oleh premis
minornya. Kita menggunakan istilah itu secara analog , karena premis pertama
mengandung permasalahan yang lebuh umum , maka kita sebut primis mayor , bukan
karena ia mengandung term mayor. Kita menggunakan premis minor , bukan karena
ia mengandung term minor , tetapi lantaran memuat pernyataan yang lebih khusus[7]
Macam tipe
silogisme hipotetik
a) Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan ,
saya naik becak
Sekarang Hujan .
Jadi saya naik becak.
b) Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekwensinya , seperti :
Bila hujan , bumi akan basah
Sekarang bumi telah basah .
Jadi hujan telah turun
c) Silogisme
hipotetik yang premis Minornya mengingkari antecendent , seperti :
Jika politik
pemerintah dilaksanakan dengan paksa , maka kegelisahan akan timbul .
Politik
pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa ,
Jadi
kegelisahan tidak akan timbul
d) Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekwensinya , seperti:
Bila
mahasiswa turun kejalanan , pihak penguasa akan gelisah
Pihak
penguasa tidak gelisah
Jadi
mahasiswa tidak turun ke jalanan
3. Silogisme
disjungtif : adalah silogisme dimana premis mayor maupun minornya
, baik salah satu maupun keduanya , merupakan keputusan disjunctive[8]
atau ada juga yang mengatakan bahwa silogisme disjungtif adalah silogisme yang
primis mayornya berbentuk proposisi disjungtive Contoh :
· Kamu atau
saya yang pergi
· Kamu tidak
pergi
· Maka sayalah
yang pergi
Silogisme disjungtive mempunyai dua buah corak
diantaranya : [9]
a) Akuilah satu
bagian disjungtif pada premis minor, dan tolaklah lainnya pada kesimpulan .
misalnya :
· Planet kita
ini diam atau berputar.
· Karena
berputar, jadi bukanlah diam.
Corak ini di
sebut modus ponendo tolles.
b) Tolaklah
satu bagian disjungsi pada premis minor , dan akuilah yang lainnya pada
kesimpulan . Misalnya :
· Planet bumi
kita ini diam atau berputar
· Planit bumi
kita ini tidak diam
· Jadi .
planet bumi kita ini berputar.
Corak ini disebut modus tolledo ponens.
N.B. Silogisme disjungtif bisa diplangkan ke silogisme
kondisional . Misalnya :
· Apabila kamu
tidak pergi, sayalah yang pergi .
· Kami tidak
pergi .
· Maka sayalah
yang pergi.
Silogisme
disjungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe[10]
yaitu :
a) Primis
minornya mengingkari salah satu alternative, konklusinya adalah mengakui
alternative yang lain, seperti :
· Ia berada
diluar atau di dalam
· Ternyata
tidak berada di luar.
· Jadi ia
berada di dalam.
· Ia berada di luar atau di dalam
· Ternyata tidak berada di dalam
· Jadi ia berada di luar.
b) Premis minor
mengakui salah satu alternative, kesimpulannya adalah mengingkari alternative
yang lain, seperti:
· Budi di
masjid atau di sekolah
· Ia berada di
masjid.
· Jadi ia
tidak berada di sekolah.
· Budi di
masjid atau di sekolah
· Ia berada di
sekolah .
· Jadi ia
tidak berada di masjid.
4. Silogisme
Konjungtif adalah silogisme yang premis mayornya berbentuk suatu
proporsi konjungtif. Silogisme konjungtif hanya mempunyai sebuah corak, yakni:
akuilah satu bagian di premis minor, dan tolaklah yang lain di kesimpulan .
Misalnya :
· Tidak ada
orang yang membaca dan tidur dalam waktu yang bersamaan .
· Sartono
tidur .
· Maka ia
tidak membaca
Nb.
Silogisme konjungtif dapat di kembalikan ke bentuk silogisme kondisional,
Misalnya ;
· Andaikata
Sartono tidur, ia tidak membaca.
· Sartono
tidur
· Maka ia
tidak membaca.
5. Dilema , menurut
Mundari dalam bukunya yang berjudul logika ia mengartikan Dilema adalah
argumerntasi , bentuknya merupakan campuran antara silogisme hipotetik dan
silogisme disyungtif . Hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua
proposisi hipotetik dan premis minornya satu proposisi disjungtif .
Konklusinya, berupa proposisi disyungtif , tetapi bisa proposisi kategorika.
Dalam dilema , terkandung konsekuensi yang kedua kemungkinannya sama berat .
Adapun konklusi yang diambil selalu tidak menyenangkan . Dalam debat, dilemma
dipergunakan sebagai alat pemojok , sehingga alternatif apapun yang dipilih ,
lawan bicara selalu dalam situasi tidak menyenangkan . [11]
Suatu contoh
lkasik tentang dilemma adalah ucapan seorang ibu yang membujuk anaknya agar
tidak terjun dalam dunia politik , sebagai brikut;
· Jika engkau
berbuat adil manusia akan membencimu . Jika engkau berbuat tidak adil tuhan
akan membencimu . Sedangkan engkau harus bersikap adil atau tidak adil .
Berbuat adil ataupun tidak engkau akan dibenci.
· Apabila para
mahasiswa suka belajar , maka motivasi menggiatkan belajar tidak berguna .
Sedangkan bila mahasiswa malas belajar motivasi itu tidak membawa hasil .
Karena itu motivasi menggiatkan belajar itu tidak bermanfaat atau tidak membawa
hasil.
Pada kedua
contoh tersebut , konklusi berupa proposisi disjungtif , Contoh pertama adalah
dilemma bentuk baku , kedua bentuk non baku.
Sekarang
kita ambil contoh dilema yang konklusinya merupakan keputusan kategorika.
· Jika Budi
kalah dalam perkara ini , ia harus membayarku berdasarkan keputusan pengadilan
. Bila ia menang ia juga harus membayarku berdasarkan perjanjian . Ia mungkin
kalah dan mungkin pula menang . Karena itu ia harus tetap harus membayar
kepadaku.
· Setiap orang
yang saleh membutuhkan rahmat supaya tekun dalam kebaikan .
Setiap pendusta membutuhkan rahmat supaya dapat
ditobatkan.
Dan setiap manusia itu saleh atau pendusta.
Maka setiap manusia membutuhkan rahmat.
Dilema dalam
arti lebih luas adalah situasi ( bukan argumentasi ) dimana kita harus memilih
dua alternative yang kedua – duanya mempuyai konsekwensi yang tidak diingi,
sehingga sulit menentukan pilihan. [12]
Aturan –
aturan dilema dan Cara Mengatasi Dilema
1. Aturan –
aturan dilema :
· Disjungsi
harus utuh . Masing – masing bagian harus betul – betul selesai, sehingga tidak
ada kemungkinan lain . Apabila terdapat kemungkinan lain , hal akan merupakan
jalan keluar. Tutuplah jalan keluar tersebut . Waspadalah untuk tidak
tergelincir kedalam sofisme, yakni pemikiran yang nampaknya betul , tetapi
sesungguhnya salah.
· Consequent
haruslah sah disimpulkan dari masing – masing bagian.
· Kesimpulan
yang ditarik dari masing – masing bagian , haruslah merupakan satu satunya
kesimpulan yang mungkin diambil . Jika tidak , maka lawan kita akan sanggup
mengambil kesimpulan yang berlawanan dengan kesimpulan kita.
2. Cara
Mengatasi Dilema
Ada beberpa cara yang dapat kita pakai dalam mengatasi
dilemma yang kita hadapi.
a. Dengan
meneliti kausalitas premis mayor . Sering benar terjadi dalam dilema terdapat
hubungan kausalitas tidak benar yang dinyatakan dalam premis mayornya. Dalam
contoh diatas dikemukakan bahwa motivasi peningkatan belajar tidak berguna atau
tidak membawa hasil . konklusi tidak benar , karena di tarik dari premis mayor
yang mempuyai hubungan kausalitas tidak benar . Tidak semua mahasiswa yang
tidak suka belajar mempuyai sebab yang sama . Dari sekian mahasiswa yang tidak
suka belajar , bisa disebabkan kurang kesadaran , sehingga motiovasi sangat
berguna bagi mereka. Untuk mengatasi dilemma model ini kita tinggal menyatakan
bahwa premis tidak mempuyai dasar kebenaran yang kuat.
b. Dengan
meneliti alternative yang di kemukakan. Mengapa, karena mungkin sekali
alternative pada permasalahan yang diketegahkan tidak sekedar dinyatakan ,
tetapi lebih dari itu . Pada masa lalu seorang pemimpin sering berkata :
Pilihlah Sukarno atau biarlah Negara ini hancur. Benarkan hanya Sukarno yang
bisa menyelamatkan Negara ini ? Apakah tidak ada orang lain nyang bisa
menggantinya ? Tentu saja ada , sehingga alternatifnya lebih dari dua.
c. Dengan
contra dilemma.. Bila dilema yang kita hadapi tidak mengandung kemungkinan ,
maka dapat kita atasi dengan mengemukakan dilemma tandingan . Banyak sekali
dilema yang di hadapi orang kepada kita merupakan alat pemojok yang sebenarnya
tidak mempuyai kekuatan , maka dilema itu dapat dinyatakan dalam bentuk lain
yang mempuyai konklusi berlainan dengan penampilan semula. Sebagai contoh
adalah pendapat orang yang menyatakan bahwa hidup ini adalah penderitaan ,
hendak memaksakan keyakinan itu dengan mengajukan dilemma kepad kita sebagai
berikut:
Bila kita
bekerja maka kita didak bisa menyenangkan diri kita. Bila kita tidak bekerja ,
kita tidak dapat uang . Jadi bekerja atau tidak bekerja , kita dalam keadaan
tidak menyenangkan
Dilema itu
dpat kita jawab dengan kontra dilemma sebagai berikut:
Bila kita
bekerja, kita mendapat uang . Bila kita tidak bekerja kita dapat meyenangkan
diri kita . Jadi bekerja atau tidak , selalu menyenangkan kita.
d. Dengan
memilih alternative yang paling ringan . Bila dilema yang kita hadapi tidak
mungkin kita atasi dengan teknik diatas , maka jalan terakhir adalah memilih
alternatif yang paling ringan . Pada dasarnya tidak ada dilema yang menampilkan
alternatif yang benar- benar sama beratnya. Dalam dilema serupa dibawah ini
kita hanya dapat memilih alternative yang paling ringan . contoh
· Apabila tuan
masih tercatat sebagai pegawai negeri , maka tuan tidak bisa menduduki jabatan
tertinggi pada PT “ Buana Jaya “ ini . Untuk menduduki jabatan tinggi pada PT
ini maka anda harus rela melepaskan status tuan sebagai pegawai negeri .
Sementara itu anda berat melepas pekerjaan sebagai pegawai negeri , sedangkan
bila tidak menjabat pimpinan pendapatan anda di PT itu tetap sedikit.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Silogisme adalah suatu cara untuk melahirkan deduksi .
Silogisme mengajarkan pada kita merumuskan , menggolong – golongkan pikiran
sehingga kita dapat melihat hubungannya dengan mudah , Dengan demikian kita
belajar berfikir tertib , jelas , tajam . Ini diperlukan karena mengajarkan
kita untuk dapat melihat akibat dari suatu pendirian atau penyataan yang telah
kita lontarkan. Banyak orang merumuskan pendirian atau membuat pernyataan yang
apabila ditelaah lebih lanjut , sebenarnya pendirian atau pernyataannya tadi
kurang tepat atau kurang benar. Mungkin saja hal itu karena tidak mau
menghargai kebenaran dari suatu tradisi atau tidak dapat menilai kegunaan yang
besar dari sesuatu yang berasal dari masa lampau. Akan tetapi kita generasi
penerus , proses pemikiran kita menurut kenyataannya mengikuti pola silogisme
jauh lebih sering dari pada yang kita duga dan dari proses tersebut pemikiran
kita lebih terbuka tertib dan jelas.
CATATAN PUSTAKA
1. Sunardji
dahri tiam H. Drs. Prof , Langkah – langkah berpikir logis , cet 2 ( CV Bumi
Jaya nyalaran Pamekasan 2001 )
2. Jujun s.
suria sumantri filsafat ilmu sebuah pengantar popular, pustaka sinar harapan ,
Jakarta,2003 )
3. Tim media ,
Kamus lengkap bahasa Indonesia media senter ,
4. Pius A
partanto Dahlan Al Barry , Kamus Ilmiyah popular , ( Arkola Surabaya, 1994 )
5. Mondiri H.
Drs, Logika ( PT Raja Gravindo Persada Jakarta , 1994) ,
6. W.
Poespoprodjo, Dr, Sh, SS Phd, LPh Logika scientivika pengantar dialektika dan
ilmu ( pustaka gravika 1999 )
[1] Sunardji
dahri tiam H. Drs. Prof , Langkah – langkah berpikir logis , cet 2 ( CV Bumi
Jaya nyalaran Pamekasan 2001 ) 70
[2] Jujun s.
suria sumantri filsafat ilmu sebuah pengantar popular, pustaka sinar harapan ,
Jakarta,2003 ) 49
[9] W.
Poespoprodjo, Dr, Sh, SS Phd, LPh Logika scientivika pengantar dialektika dan
ilmu ( pustaka gravika 1999 ) 222.
SILOGISME, kategorik, hipotetik, disjungtif dan dilema
SILOGISME
Berasal dari bahasa yunani syllogismos (penggabungan,
penalaran), dari syn (dengan, bersama) dan logizhestai (menggabungkan,
menyimpulkan dengan penalaran). [1][1]
Beberapa pengertian :
1.
Cara
berargumen deduktif absah manapun yang mempunyai dua premis dan satu kesimpulan. Premis-premis demikian
terkait dengan kesimpulan yang terkadung dalam premis-premis; konklusi harus
menyusul.
2.
Suatu bentuk
penalaran yang memungkinkan dengan adanya dua kalimat atau proposisi-proposisi
ketiga disimpulkan secara niscaya darinya.[2][2]
Pokok penting dalam silogisme :
1.
SILOGISME
KATEGORIS
Silogisme kategoris adalah silogisme yang semua
proposisinya merupakan proposisi kategoris. Demi lahirnya konklusi maka pangkal
umum tempat kita berpijak harus merupakan proposisi universal. Sedangkan
pangkalan khusus tidak berarti bahwa proposisinya harus partikular atau
singular, tetapi juga bisa proposisi universal.[3][3]
Contoh:
(Premis Mayor) -Semua Mahasiswa MD pintar
M
P
(Premis Minor) -Ismail adalah Mahasiswa MD
S M
(Konklusi) -Ismail Pintar
S P
Keterangan: M
= middle term
P
= prediket
S
= subjek
Dari contoh diatas dapat kita simpulkan bahwa
silogisme terdiri dari tiga pernyataan. Dua pernyataan pertama yang disebut
premis dan satu kesimpulan yang disebut konklusi.[4][4] Simbol/kode yang dibawah kalimat sebagai pembantu
dalam menemukan kesimpulan. Langkah pertama tandailah lebih dahulu term-term
yang sama pada kedua premis, dengan memberi garis bawah kemudian kita tuliskan
huruf M. Term lain pada premis mayor pastilah P dan pada premis minor tentu S.
Kemudian tulislah konklusinya dengan menulis secara lengkap term S dan P nya.
Untuk menentukan mana premis mayor tidaklah sukar karena ia boleh dikatakan
selalu disebut pada awal bangunan silogisme. Term penengah (middle term) tidak
boleh kita sebut atau kita tulis dalam konklusi. Begitulah dasar dalam
memperoleh konklusi. Namun demikian kita perlu memperhatikan patokan-patokan
lain agar didapat kesimpulan yang absah dan benar.[5][5]
1.
Apabila
dalam suatu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga.
2.
Apabila
salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga.
3.
Dari
sama-sama partikular tidak sah diambil kesimpulan.
4.
Dari dua
premis yang sama-sama negatif, tidak menghasilkan kesimpulan apapun, karena
tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya.
5.
Paling tidak
salah satu dari perm penengah harus tertebar(mencakup). Dari dua premis yang
term penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah.
6.
Term-prediket
dalam kesimpulan harus konsisten dengan term prediket yang ada pada premisnya.
Bila tidak menjadi salah.
7.
Term
penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila
term penengah bermakna ganda menjadi lain.
8.
Silogisme
harus terdiri dari tiga term, yaitu term subyek, term prediket dam term middle.
2.
SILOGISME
HIPOTETIK
Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis
mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi
kategorik yang menetapkan atau mengingkari term antecedent atau term konsekuen
premis mayornya.[7][7]
Contoh:
-
Jika Ismail nangis,
Solikin senang
-
Ismail
nangis
-
Jadi Solikin
senang
Ada 4 macam silogisme hipotetik :
1.
Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengakui antecedent.
2.
Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengakui antecedent.
3.
Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent.
Hukum-hukum silogisme hipotetik:
1.
Bila A
terlaksana maka B juga terlaksana.
2.
Bila A tidak
terlaksana maka B tidak terlaksana.(tidak sah=salah).
3.
Bila B
terlaksana, maka A terlaksana.(tidak sah=salah).
3.
SILOGISME
DISYUNGTIF
Silogisme disyungtif adalah silogisme yang premis
mayornya keputusan disyungtif sedangkan premis minornya keputusan kategorika
yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis
mayor.[10][10]
Silogisme disyungtif ada dua macam, yaitu silogisme
disyungtif dalam arti sempit dan silogisme disyungtif dalam arti luas.
a.
Silogisme
Disyungtif Arti Sempit
Silogisme disyungtif yang mayornya mempunyai
alternatif kontradiktif.
Contoh :
-
Ismail lulus
atau tidak lulus
-
Ismail lulus
-
Jadi Ismail
bukan tidak lulus
b.
Silogisme
Disyungtif Arti Luas
Silogisme disyungtif yang mayornya mempunyai
alternatif bukan kontradiktif.
Contoh :
-
Ismail di
Kampus atau di Kos
-
Ternyata
tidak di Kampus
-
Jadi di Kos
Hukum-hukum silogisme Disyungtif:
a.
Silogisme
disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
prosedur penyimpulannya valid.
b.
Silogisme
disyungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya sebagai berikut:
1.
Bila premis
minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar).
4.
DILEMA
Dilema adalah argumentasi, bentuknya merupakan
campuran antara silogisme hipotetik dan silogisme disyungtif. Hal ini terjadi
karena premis mayornya terdiri dari dua proposisi hipotetik dan premis minornya
satu proposisi disyungtif. Konklusinya, berupa proposisi disyungtif, tetapi
bisa proposisi kategorika. Dalam dilema, terkandung konsekuensi yang kedua
kemungkinannya sama berat. Adapun konklusi yang diambil selalu tidak
menyenangkan. Dalam debat, dilema dipergunakan sebagai alat pemojok, sehingga
alternatif apapun yang dipilih, lawan bicara selalu dalam situasi tidak menyenangkan.[12][12]
Contoh:
Jika
Ismail jujur Solikin akan membencinya. Jika Ismail tidak jujur Rahmat akan
membencinya. Sedangkan Ismail harus bersikap jujur atau tidak jujur. Berbuat
jujur ataupun tidak jujur Ismail akan tetap dibenci.
1.
Dengan
meneliti kausalitas premis mayor.
2.
Dengan
meneliti alternatif yang dikemukakan.
3.
Dengan
kontra dilema.
4.
Dengan
memilih alternatif yang paling ringan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar